Minggu, 29 September 2013

Kedaulatan Pangan Kunci Menuju Ketahanan Pangan

PENDAHULUAN


Latar Belakang

Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dan strategis, mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Hak atas pangan merupakan bagian penting dari hak asasi manusia. Pada KTT Pangan Sedunia tahun 1996 di Roma, para pemimpin negara dan pemerintah telah mengikrarkan kemauan politik dan komitmennya untuk mencapai ketahanan pangan dan melanjutkan upaya penghapusan kelaparan di semua Negara anggota separuhnya, dari 800 juta jiwa pada tahun 1996 menjadi 400 juta jiwa pada tahun 2015 (Wikipedia Indonesia).

Tingkat ketergantungan pangan terhadap produksi domestic (tingkat kemandirian pangan) Indonesia cukup baik. Namun, ketahanan pangan secara nasional yang cukup baik ini tidak mampu menggambarkan tingkat ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan individual yang sangat beragam menurut wilayah, kelas ekonomi, antar berbagai jenis pekerjaan, dan lain-lain. Sekalipun ketahan pangan di tingkat nasional dapat dicapai, pada kenyataannya ketahanan pangan di beberapa daerah tertentu dan ketahanan pangan di banyak keluarga masih sangat rentan. Beberapa hasil kajian menunjukkan persediaan pangan yang cukup secara nasional terbukti tidak menjamin perwujudan ketahanan pangan pada tingkat wilayah (regional), rumah tangga atau individu. Martianto dan Ariani (2004) menunjukkan bahwa jumlah proporsi rumah tangga yang defisit energi di setiap propinsi masih tinggi. Berkaitan dengan hal ini, diversifikasi pangan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan. Tidak ada satu pun jenis bahan pangan yang lengkap gizinya kecuali ASI (Martianto, 2005).


Ancaman kelangkaan pangan ini juga dapat disebabkan keadaan iklim yang tidak menentu (Benu, 2010). Pengaruhnya terdapat pada aspek produksi pangan yang mengalami penurunan produktivitas. Sebagai salah satu factor penentu produksi, iklim mempengaruhi banyak aspek dalam produksi pertanian, mulai dari penyiapan lahan sampai pada pasca panen. Kondisi iklim akan sangat menentukan produksi yang akan mempengaruhi ketersediaan pangan.


Di Indonesia, indikator kelangkaan pangan dapat dilihat dari meningkatnya nilai impor bahan makanan kebutuhan pokok. Banyak bahan pangan pokok termasuk beras yang diimpor dari luar negeri hanya untuk memenuhi kebutuhan masayakat akan konsumsi beras. Padahal, pangan pokok Indonesia tidak hanya beras yang diolah menjadi nasi. Ada banyak bahan pangan lain yang dapat digunakan sebagai pengganti nasi. Indikator kelangkaan pangan tidak sebatas nilai impor, fakta tingginya kasus busung lapar dan kekurangan gizi turut menjadi cermin kelangkaan pangan di negeri ini. Kekurangan gizi yang disebabkan kondisi kurang pangan menyebabkan terjadi masalah kesehatan seperti marasmus karena keadaan konsumsi pangan yang sangat kurang di daerah-daerah pelosok. Untuk mengatasi kondisi kekurangan pangan dapat dilakukan dengan peningkatan produksi pertanian, serta pemanfaatan sumber daya local untuk dikonsumsi.


Perumusan Masalah

Adapun situasi yang telah diuraikan diatas menimbulkan beberapa pertanyaan yang merupakan rumusan masalah dalam penulisan karya tulis ini, yakni :
Seberapa pentingkah pangan ?
Bagaimana kondisi ketahanan pangan di Indonesia ?
Bagaimana kaitan kedaulatan pangan dengan ketahanan pangan?
Bagaimana hubungan ketahanan pangan dengan ketahanan nasional ?
Bagaimana strategi menciptakan ketahanan pangan ?


Uraian Singkat

Fokus penulisan karya ilmiah ini menekankan akan pentingnya kedaulatan pangan, dimana masyarakat di suatu wilayah perlu untuk memutuskan bagaimana memenuhi kebutuhan akan pangan dengan kekuatan sendiri, memanfaatkan sumber daya lokal sebagai bentuk diversifikasi pangan yang mendukung program pemerintah menciptakan kondisi ketahanan pangan dan ketahanan nasional.


Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat diketahui tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah :
Agar kita mengetahui fungsi dan peran pangan bagi kehidupan kita.
Agar kita mengetahui kondisi ketahanan pangan di Indonesia.
Agar kita mengetahui arti kedaulatan pangan serta perannya dalam ketahanan pangan.
Agar kita mengetahui hubungan ketahan pangan dengan ketahanan nasional.
Agar kita mengetahui strategi-strategi yang dapat digunakan dalam pencapaian ketahanan pangan.


Manfaat Penulisan

Penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pihak-pihak terkait, untuk dapat mengetahui situasi dan kondisi yang sedang terjadi dan untuk lebih lebih meningkatkan kepekaan dalam memutuskan tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah ketahanan pangan di Indonesia, serta sebagai ajang mengasah kemampuan penulis dalam penyusunan karya tulis ilmiah.

TELAAH PUSTAKA


Pangan adalah semua bahan makanan termasuk hasil olahannya yang dapat dimakan, diminum, dan bermanfaat bagi kesehatan (tidak termasuk obat-obatan). Makanan ialah semua bahan hasil olahan pangan yang dapat dimakan, diminum, dan bermanfaat bagi kesehatan (tidak termasuk obat-obatan) (Depkes RI, 1992) (Seran dan Suek, 2012).


Thomas Robert Malthus (1766-1831) mengemukakan bahwa produksi bahan makanan mempunyai tendensi meningkat secara aritmatik atau deret hitung, sedangkan populasi manusia meningkat secara geometric atau deret ukur. Dengan demikian penduduk bertambah lebih cepat dibandingkan persediaan bahan makanan.


Pangan merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting bagi manusia. Pangan berkaitan dengan upaya manusia mempertahankan kelangsungan hidupnya, menjaga kesehatan serta berguna untuk mendapatkan energi yang cukup untuk dapat bekerja secara produktif. Kekurangan pangan akan menyebabkan kurangnya asupan gizi dan menyebabkan kualitas sumber daya manusia menurun sehingga produktifitas pun menurun.


Ketahanan pangan merupakan tantangan yang mendapat prioritas untuk mencapai kesejahteraan bangsa. Ketahanan pangan adalah suatu kondisi yang memenuhi dua aspek sekaligus, yang pertama adalah tersedianya pangan yang cukup dan merata untuk seluruh penduduk, dan yang kedua, seluruh penduduk mempunyai akses fisik dan ekonomi terhadap pangan untuk memenuhi kecukupan gizi duna menjalani kehidupan yang sehat dan produktif dari hari ke hari (Suek dan Seran, 2012).


Menurut Undang-undang Republik Indonesia Tahun 1996 tentang pangan, menjelaskan bahwa ketahanan pangan adalah suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau oleh masyarakat.

Komponen ketahanan pangan meliputi: a) kecukupan ketersediaan pangan, b) stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun, c) aksesibilitas terhadap pangan, dan d) keamanan pangan. Ketersediaan pangan di rumah tangga sangat tergantung pada hasil pertaniannya dan dapa yang dibeli di pasar.. Jenis pangan apa yang dibeli dari pasar ditentukan dari beberapa factor seperti pengetahuan ibu rumah tangga dalam hal pangan dan gizi, kebiasaan makan, dan nilai-nilai social budaya yang dianut di rumah tangga (Departemen Pertanian, 1996). Stabilitas ketersediaan pangan yang dimaksud adalah merupakan kombinasi antara ketersediaan makanan pokok dengan frekuensi makan ( 3 kali per hari disebut cukup makan, 2 kali disebut kurang makan, dan 1 kali disebut sangat kurang makan) sebagai indicator kecukupan pangan. Aksesibilitas dilihat dari kemudahan rumah tangga memperoleh pangan, yang diukur dari pemilikan lahan serta cara rumah tangga untuk memperoleh pangan. Akses berdasarkan kepemilikan lahan dikelompokkan dalam 2 kategori yakni akses langsung jika memiliki lahan dan akses tidak langsung jika tidak memiliki lahan (menyewa, bagi hasil). Keamanan pangan terkait dengan kualitas pangan yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan gizi.


Ketahanan pangan sangat penting untuk menjaga stabilitas pangan nasional. Keberhasilan pemenuhan kebutuhan pangan pokok beras telah berperan secara strategis dalam penciptaan ketahanan pangan nasional yang erat kaitannya dengan ketahanan social, stabilitas ekonomi, stabilitas politik, dan keamanan atau ketahanan nasional. Selain beras, perwujudan ketahanan pangan dapat dilakukan dengan pemanfaatan sumber daya lokal, karena sangat strategis untuk menciptakan kondisi ketahanan pangan di seluruh wilayah. Sumber daya local atau yang biasa disebut pangan local merupakan bentuk diversifikasi pangan yang bertujuan menciptakan kondisi wilayah yang tahan pangan dengan mengandalkan kekuatan sendiri.


Diversifikasi pangan menurut Suhardjo (1998) adalah mencakup tiga pengertian yang saling berkaitan, yaitu diversifikasi konsumsi pangan, diversifikasi ketersediaan pangan, dan diversifikasi produksi pangan (Aswar, 2009).

METODE PENULISAN


Metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah metode kepustakaan atau telaah pustaka. Materi tulisan ini berasal dari hasil telaah pustaka antara lain dari buku-buku dan dari jurnal yang dipilih sesuai dengan topik penulisan. Literatur-literatur yang digunakan merupakan literatur-literatur yang bersifat primer (buku, jurnal, paper/makalah) dan sekunder (text book, internet). Tulisan ini juga menggunakan metode kuantitatif dengan menampilkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik NTT. Adapun data-data yang digunakan antara lain data produksi bahan pangan pokok tahun 2008 – 2010 dan data jumlah penduduk NTT Tahun 2010.


Permasalahan yang menjadi dasar dalam penulisan karya ilmiah ini timbul setelah diketahui bahwa terjadi penurunan kondisi tahan pangan di Indonesia yang disebabkan karena rendahnya produksi dan akses yang dimiliki. Sedangkan usaha pemecahan masalahnya dilakukan dengan mempelajari teori-teori yang berhubungan dengan pokok permasalahan. Telaah pustaka tersebut kemudian dituangkan menjadi sebuah karya tulis yang merupakan hasil pemikiran kritis mahasiswa terhadap masalah ketahanan pangan tersebut. Sehingga diperoleh kesimpulan yang diharapkan dapat berkontribusi dalam kehidupan masyarakat.

ANALISIS DAN SINTESIS


Pentingnya Pangan

Pangan adalah komoditas strategis karena merupakan kebutuhan dasar manusia. Pangan tidak saja berarti strategis secara ekonomi tetapi juga sangat berarti dari segi pertahanan dan keamanan, social, dan politis (Hasan, 1998) (Aswar, 2009). Berbagai bahan pangan berperan sebagai wahana (pembawa) zat gizi. Manusia memperoleh kebutuhan zat gizi pentingnya dari bahan pangan nabati dan hewani. Biokimia tanaman, hewan, dan manusia mempunyai banyak persamaan. Karena itu manusia membutuhkan komponen pembangun tubuh yang sama seperti yang terkandung dalam tanaman dan hewan. Contoh bahan pangan nabati adalah berbagai macam sayuran, buah, bebijian, umbi dan lainnya. Bahan pangan hewani kebanyakan diperoleh dari hewan pemamah biak dan unggas.


Bahan pangan alami merupakan sistem hayati yang dapat cepat rusak sesudah dipanen. Karena kebutuhan manusia akan makanan dan saat panen tidak terjadi dalam waktu yang sama, maka bahan pangan tersebut perlu diawetkan melalui pengolahan. Zat gizi adalah komponen pembangun tubuh manusia. Zat tersebut dibutuhkan untuk pertumbuhan, mempertahankan dan memperbaiki jaringan tubuh, mengatur proses dalam tubuh, dan menyediakan energy bagi fungsi tubuh. Zat gizi dapat rusak ketika makanan diolah karena zat tersebut peka terhadap pH pelarut, oksigen, cahaya dan panas, atau kombinasinya.


Perwujudan ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga dapat didekati dari 2 aspek, yaitu memproduksi sendiri melalui usahatani, dan membeli dengan cara meningkatkan pendapatan dan daya beli (Suek,2012). Berikut adalah table yang menunjukkan kecukupan protein yang dianjurkan bagi penduduk Indonesia ;


Tabel tersebut tidak menggambarkan kewajiban konsumsi per hari. Energi yang dibutuhkan masing-masing orang tergantung pada kondisi fisik, aktivitas, dan jenis kelamin. Kebutuhan protein seseorang bisa lebih banyak atau bisa lebih sedikit, tergantung kebutuhan. Protein digunakan sebagi indicator karena protein merupakan zat pembangun tubuh.


Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 1998 telah menetapkan standar energi ideal yang diharapkan yaitu sebesar 2.200 kkal/kap/hari di tingkat konsumsi dan 2.500 kkal./kap/hari di tingkat nasional.


Kondisi Ketahanan Pangan di Indonesia

Seperti yang telah dikemukan sebelumnya bahwa kondisi ketahanan di Indonesia cukup baik namun tidak dapat mengatakan bahhwa terdapat kemerataan karena mash banyak daerah atau wilayah yang memiliki masalah kelangkaan pangan.

Bertumpu pada batasan atau defenisi ketahanan pangan, terdapat empat komponen dalam memahami kondisi ketahanan pangan yakni : 1) terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, diartikan ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan, untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya, yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia; 2) terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari cdemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia, sertaserta aman dari kaidah agama; 3) terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan yang harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air; dan 4) terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.

Ada 5 karakteristik yang harus dipenuhi sebagai syarat ketahanan pangan masyarakat menurut FAO (1996) yaitu :
Kapasitas (capacity), kemampuan menyediakan (menghasilkan dan menyimpan) pangan dalam jumlah dan kualitas yang memadai
Pemerataan (equity), kemampuan ketersediaan pangan menjangkau seluruh keluarga, individu atau masyarakat
Kemandirian (self-reliance), mengandalkan kekuatan sendiri untuk memperoleh ketersediaan pangan sehingga mampu menghadapi fluktuasi pasar dan tekanan politik dari dalam dan dari luar
Keandalan (reliability), kemampuan meredam dampak variasi musima ataupun siklus tahunan, sehingga kecukupan ketersediaan pangan dapat dijamin setiap saat.
Keberlanjutan (sustainability), mampu menjaga keberlanjutan kecukupan sediaan pangan dalam jangka panjang dengan tanpa merusak kualitas lingkungan hidup.
Menurut Ofong (2008) ,apabila rumah tangga dapat emenuhi lima karakteristik di atas, maka dapat dikatakan rumah tangga tersebut tahan pangan. (Suek dan Seran, 2012)
Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terintegrasi yang terdiri atas berbagai subsistem. Subsistem utamanya adalah ketersediaan pangan, distribusi pangan dan konsumsi pangan. Terwujudnya ketahanan pangan merupakan sinergi dari interaksi ketiga subsistem tersebut.

Subsistem ketersediaan pangan mencakup aspek produksi, cadangan serta keseimbangan antara impor dan ekspor pangan. Ketersediaan pangan harus dikelola sedemikian rupa sehingga walaupun produksi pangan bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah, tetapi volume pangan yang tersedia bagi masyarakat harus cukup jumlah dan jenisnya serta stabil penyediaannya dari waktu ke waktu.

Subsistem distribusi pangan mencakup aspek aksesibilitas secara fisik dan ekonomi atas pangan secara merata. Sistem distribusi bukan semata-mata menyangkut aspek fisik dalam arti pangan tersedia di semua lokasi yang membutuhkan, tetapi juga masyarakat. Surplus pangan di tingkat wilayah belum menjamin kecukupan pangan bagi individu masyarakatnya. Sistem distribusi ini perlu dikelola secara optimal dan tidak bertentangan dengan mekanisme pasar terbuka agar tercapai efisiensi dalam proses pemerataan akses pangan bagi seluruh penduduk.

Subsistem konsumsi pangan menyangkut upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mempunyai pemahaman atas pangan, gizi dan kesehatan yang baik, sehingga dapat mengelola konsumsinya secara optimal. Konsumsi pangan hendaknya memperhatikan asupan pangan dan gizi yang cukup dan berimbang, sesuai dengan kebutuhan bagi pembentukan manusia yang sehat, kuat, cerdas dan produktif. Dalam subsistem konsumsi terdapat aspek penting lain yaitu aspek diversifikasi. Diversifikasi pangan merupakan suatu cara untuk memperoleh keragaman konsumsi zat gizi sekaligus mengurangi ketergantungan masyarakat atas satu jenis pangan pokok tertentu, yaitu beras. Ketergantungan yang tinggi dapat memicu instabilitas apabila pasokan pangan tersebut terganggu. Sebaliknya agar masyarakat menyukai pangan alternatif perlu peningkatan cita rasa, penampilan dan kepraktisan pengolahan pangan agar dapat bersaing dengan produk-produk yang telah ada. Dalam kaitan ini peranan teknologi pengolahan pangan sangat penting.


Kedaulatan Pangan

Ketahanan pangan yang kokoh dibangun pada tingkat rumah tangga yang bertumpu pada keragaman sumberdaya lokal. Sejalan dengan dinamika pemantapan ketahanan pangan dilaksanakan dengan mengembangkan sumber-sumber bahan pangan, kelembagaan pangan dan budaya pangan yang dimiliki pada masyarakat masing-masing wilayah. Keunggulan dari pendekatan ini antara lain adalah bahwa bahan pangan yang diproduksi secara lokal telah sesuai dengan sumberdaya pertanian dan iklim setempat, sehingga ketersediaannya dapat diupayakan secara berkesinambungan. Dengan kemampuan lokal tersebut maka ketahanan pangan masyarakat tidak mudah terpengaruh oleh masalah atau gejolak pasokan pangan yang terjadi d luar wilayah atau luar negeri.

Kedaulatan pangan adalah hak rakyat untuk menentukan sejauh mana rakyat ingin menentukan dan mengatur sendiri kebutuhan pangannya. Trend produksi bahan pangan pokok untu propinsi NTT dari tahun 2008 – 2010 menunjukan adanya fluktuasi produksi yang cenderung berkurang. Berikut adalah table yang menunjukkan produksi bahan pangan pokok di NTT tahun 2008 – 2010.



Pengukuran produk pangan setara beras dilakukan dengan analisis komposisi bahan makan mengacu pada table Komposisi Pangan untuk Asia Timur (Lampiran 1) oleh Woot-Tsuen Wu, Ritva R. Butrum dan Floraluang Chang., 1972 (Suek dan Seran, 2011). Berikut adalah gambaran keteresediaan pangan perkapita setara beras untuk NTT pada tahun 2010 ;



Dengan mengetahui jumlah total ketersediaan pangan setara beras, selanjutnya dapat dihitung ketersediaan pangan per kapita setara beras yakni dengan rumus :
Ketersediaan pangan setara beras per kapita= (Jumlah keseluruhan produk pangan setara beras)/(jumlah penduduk propinsi NTT tahun 2010)

Dengan data jumlah penduduk sebanyak 4.683.827 jiwa (BPS NTT, 2011) maka diketahui bahwa ketersediaan pangan perkapita propinsi NTT adalah hanya sebesar 2,98 kg. Menurut Sayogjo (1988), masyarakat dengan tingkat penghasilan > 180 kg (setrara beras/kapita/tahun) adalah masyarakat yang dikategorikan paling miskin. Dengan kondisi sumber daya lokal pun, NTT masih berada pada kelas masyarakat paling miskin. Padahal, NTT terkenal dengan jagung sebagai pangan local, meski tidak semua kabupaten di NTT menjadikan jagung sebagai pangan lokal, namun terdapat bahan pangan lain seperti ubi jalar dan ubi kayu yang bisa dijadikan pengganti nasi. Masalah yang merupakan kendala bagi kedaulatan pangan adalah pola konsumsi masyarakt yang dimanjakan dengan beras. Kebijakan pemerintah di antaranya swasembada beras, program beras miskin, bantuan beras bagi korban bencana secara tidak langsung mengantar masyarakat bahkan di daerah pelosok untuk menjadikan nasi sebagai makanan pokok. Hal ini sudah lama terjadi dan bahkan pemerintah terus melakukannya.


Ketahanan Pangan dan Ketahanan Nasional

Sejarah menunjukkan bahwa ketahanan pangan (food security) sangat erat kaitannya dengan ketahanan social, stabilitas ekonomi, stabilitas politik, bahkan ketahanan nasional (national security) secara keseluruhan. Bagi Indonesia pembangunan ketahanan pangan harus berakar pada keragaman sumber daya bahan pangan, kelembagaan dan budaya lokal.

Ada dua pilihan luas untuk mencapai ketahanan pangan pada tingkat nasional yaitu swasembada pangan atau kecukupan pangan. Swasembada pangan diartikan sebagai pemenuhan kebutuhan pangan, yang sejauh mungkin berasal dari pasokan domestik dengan meminimalkan ketergantungan pada perdagangan pangan. Di lain pihak, konsep kecukupan pangan adalah sangat berbeda dengan konsep swasembada pangan, akibat masuknya variabel perdagangan internasional. Dalam konsep kecukupan pangan, menuntut adanya kemampuan menjaga tingkat produksi domestik ditambah dengan kemampuan untuk mengimpor pangan agar dapat memenuhi kebutuhan (kecukupan) pangan penduduk. Di dalam perdagangan bebas, kedua pilihan tersebut di atas harus dapat dirumuskan secara hati-hati dan dipertimbangkan seluruh faktor produksi, pengadaan dan konsumsi pangan.
Ketahanan pangan di tingkat nasional merupakan prakondisi penting dalam memupuk ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Ketahanan pangan nasional selama ini dicapai melalui kebijaksanaan swasembada pangan dan stabilitas harga. Secara umum pemerintah berupaya menjaga stabilitas pangan (khususnya beras) yang diindikasikan dengan adanya kemampuan menjamin harga dasar (floor price) dan harga langit-langit (ceiling price) yang ditetapkan melalui pengadaan pangan dan operasi pasar dan terhadap tingkat harga pedagang besar yang jauh lebih stabil lagi dari harga beras di pasaran internasional.


Strategi Pencapaian Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan merupakan basis atau pilar utama dalam mewujudkan ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional yang berkelanjutan (Anonymous, 2001).
Terdapat tiga komponen kebijakan ketahanan pangan : ketersediaan pangan, keterjangkauan pangan, dan kualitas makanan dan nutrisi. Seperti yang sudah dikemukakan pada bagian pendahuluan, tingkat kemandirian pangan Indonesia cukup baik. Hanya saja masalah aksesibilitas atau keterjangkauan pangan serta kualitas pola konsumsi yang tidak merata menyebabkan Indonesia belum mampu mencapai kondisi ketahanan nasional.

Salah satu strategi pencapaian ketahanan pangan adalah dengan menggunakan system kewaspadaan pangan dan gizi. Sistem Kewaspadaan pangan dan Gizi (SKPG) adalah system informasi yang dapat digunakan sebagai alat bagi pemerintah daerah untuk mengetahui situasi pangan dan gizi masyarakat. SKPG bertujuan memantau keadaan pangan dan gizi secara berkesinambungan, mengetahui lokasi yang mempunyai risiko rawan pangan, dan merumuskan usulan tindakan jangka pendek dan jangka panjang. SKPG dapat digunakan sebagai alat bantu pemerintah (pembuat kebijakan dan pengambil keputusan) dalam upaya melindungi masyarakat dari ancaman rawan pangan dan gizi. SKPG adalah suatu system yang berkesinambungan yang meliputi : penyediaan informasi pangan dan gizi, pengambilan keputusan, dan tindakan atau intervensi. Situasi pangan dan gizi merupakan suatu fenomena yang tidak mudah untuk diukur dan diinterpretasikan. Untuk itu perlu dicari indicator yang dapat memberikan gambaran (indikasi) tentang situasi pangan dan gizi. Situasi pangan dan gizi dapat dicerminkan oleh keadaan ketersediaan pangan, konsumsi pangan, serta status gizi masyarakat.

Hal-hal berikut dapat digunakan untuk menciptakan kondisi ketahanan pangan ; pertama adalah sangat perlu untuk mengadopsi strategi pembangunan dan kebijakan ekonomi makro yang menciptakan pertumbuhan yang berdimensi pemerataan dan berkelanjutan (sustainable development). Kedua adalah merupakan keperluan yang mendesak untuk mempercepat pertumbuhan sektor pertanian dan pangan serta pembangunan perdesaan dengan fokus kepentingan golongan miskin. Dan ini berarti pertanian (pangan) harus menjadi mainstream dalam ekonomi nasional. Ketiga, sudah saatnya harus meningkatkan akses terhadap lahan dan sumberdaya pertanian dalam arti luas secara lebih bijaksana, termasuk menciptakan dan meningkatkan kesempatan kerja, transfer pendapatan, menstabilkan pasokan pangan, perbaikan perencanaan dan pemberian bantuan pangan dalan keadaan darurat kepada masyarakat.

SIMPULAN DAN REKOMENDASI


Simpulan

Perwujudan ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting. Saat ini, ketahanan pangan belum dicapai pada seluruh rumah tangga walaupun pada tingkat nasionalnya baik. Masih bayak rumah tangga yang belum mampu mewujudkan ketersediaan pangan yang cukup, terutama dalam hal mutu dan tingkat gizinya. Dalam hal ini, kedaulatan pangan dapat menjadi salah satu pilar penentu keberhasilan program pencapaian ketahanan pangan yang mengarah pada ketahanan nasional.


Rekomendasi

Melihat kondisi yang sudah dipaparkan dalam makalah ini, tentunya ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencapai kondisi tahan pangan diantaranya dari segi produksi pertanian, pembukaan lahan pertanian baru dan pertanian intensif untuk menciptakan lapangan kerja dan peningkatan produksi, pembentukan lembaga keuangan untuk melayani kredit petani, dari segi keterjangkauan, memperbaiki sarana prasarana jalan untuk pengangkutan serta kemudahan pajak dan retribusi antar daerah, dari segi kualitas pangan, menyediakan puskesmas dan meningkatkan kinerja system pengawasan pangan dan gizi untuk memantau daerah-daerah rawan pangan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar