Minggu, 29 September 2013

Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia di Nusa Tenggara Timur untuk Menciptakan Tenaga Kerja yang Produktif

PENDAHULUAN


1. Latar Belakang

Tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari besarnya tingkat pendapatan perkapita masyarakatnya. Pada tahun 2011, pendapatan perkapita masyarakat NTT pada tahun 2011 atas dasar harga berlaku sebesar RP 6.073.767 hanya seperenam pendapatan per kapita rata – rata nasional yakni sebesar Rp 35.807.778. Angka ini menempatkan provinsi NTT berada pada posisi 32 dari 33 provinsi dengan angka kemiskinan yang tinggi. Pendapatan per kapita masyarakat tentu dipengaruhi oleh besarnya pendapatan yang diperoleh masing-masing tenaga kerja, sedangkan tingkat upah yang dibayarkan perusahaan dipengaruhi oleh kegiatan produksinya. Upah jika dipandang dari sisi tenaga kerja merupakan pendapatan sedangkan dari sisi pengusaha, upah merupakan biaya produksi. Jadi, pengusaha akan memberikan upah yang tinggi jika jumlah dan mutu produk yang dihasilkan tinggi, sebaliknya upah yang diberikan rendah jika jumlah dan mutu produk yang dihasilkan rendah. Selain itu, pengusaha tentu menginginkan minimisasi biaya untuk output yang maksimal, oleh karena itu, permintaan akan tenaga kerja akan ditekan dengan memilih tenaga kerja yang memenuhi kualifikasi pengetahuan keterampilan yang dibutuhkan perusahaan. Akibatnya, jika tenaga kerja tidak dapat memenuhi tuntutan tersebut, maka akan terdapat kelebihan dari sisi penawaran tenaga kerja. Hal ini mengakibatkan banyaknya tenaga kerja yang mau bekerja dengan upah yang kecil. Keadaan ini berdampak pada rendahnya tingkat pendapatan masyarakat dan secara langsung mengurangi kemampuan ekonomi masyarakat untuk dapat hidup sejahtera.


2. Rumusan Masalah

Adapun situasi yang telah diuraikan diatas menimbulkan beberapa pertanyaan yang merupakan rumusan masalah dalam penulisan karya ilmiah ini, yakni :
1. Bagaimana kondisi ketenagakerjaan di Nusa Tenggara Timur ?
2. Apa sajakah faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas tenaga kerja di Nusa Tenggara Timur ?
3. Bagaimana upaya untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja agar mempunyai nilai produktif ?


3. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat diketahui tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah :
1. Agar kita mengetahui kondisi ketenagakerjaan di NTT baik dari segi permintaan maupun penawarannya.
2. Agar kita mengetahui factor-faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas tenaga kerja di NTT.
3. Agar kita mengetahui upaya-upaya yang dapat dilakukan guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki tenaga kerja agar lebih produktif.


4. Manfaat

Penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pihak-pihak terkait, untuk dapat mengetahui situasi dan kondisi yang sedang terjadi dan untuk lebih lebih meningkatkan kepekaan dalam memutuskan tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan di NTT.




KAJIAN PUSTAKA


Tenaga kerja (man power) adalah penduduk dalam usia kerja (berusia 15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut.. Angkatan Kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat, atau berusaha untuk tidak terlibat, dalam kegiatan produktif yaitu produksi barang dan jasa. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja menggambarkan jumlah angkatan kerja dalam suatu kelompok umur sebagai persentase penduduk dalam kelompok umur tersebut (Anonim, 2012).
Didalam diri seorang manusia terdapat modal yang disebut sebagai sumber daya manusia. Sumber Daya manusia adalah manusia yang bekerja di lingkungan suatu organisasi. Sumber daya manusia merupakan potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi dalam mewujudkan eksistensinya (Hadari, 2011).
Pendidikan dan latihan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pengembangan sumber daya manusia. Pendidikan dan latihan tidak saja menambah pengetahuan, akan tetapi juga meningkatkan keterampilan bekerja, dengan demikian meningkatkan produktivitas kerja (Payaman, 2001).
Dalam teori human capital berasumsi bahwa seseorang dapat meningkatkan penghasilannya melalui pendidikan. Setiap tambahan satu tahun sekolah berarti, di satu pihak meningkatkan kemampuan kerja dan tingkat penghasilan seseorang, akan tetapi, di pihak lain, menunda penerimaan penghasilan selama satu tahun dalam mengikuti sekolah tersebut. Pendidikan yang lebih tinggi mengakibatkan produktivitas kerja yang lebih tinggi. Oleh sebab itu, memungkinkan penghasilan yang lebih tinggi juga. Perbedaan tingkat upah sesungguhnya tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan saja, tetapi juga oleh beberapa faktor lain seperti pengalaman kerja, keahlian, sektor usaha, jenbis usaha, lokasi dan lain sebagainya (Payaman, 2001).
Dayuh Rimbawan, dalam tulisannya mengemukakan bahwa produktivitas per pekerja yang rendah identik dengan penghasilan yang rendah pula. Pengukuran produktivitas per pekerja per lapangan usaha akan memberikan gambaran besarnya penghasilan senyatanya yang diterima pekerja pada masing-masing lapangan usaha. Berbeda dengan pendapatan perkapita yang menggambarkan rata-rata yang diterima penduduk tanpa memperhatikan umurnya. Dengan kata lain semua penduduk di suatu wilayah mempunyai pendapatan. Pendapatan perkapita tidak menggambarkan bagaimana distribusi pendapatan antar kelompok-kelompok masyarakat. Sedangkan produktivitas per pekerja paling tidak dapat menggambarkan pendapatan per pekerja menurut lapangan usaha. Produktivitas per pekerja diperoleh dengan membagi nilai tambah yang tercipta pada masing-masing lapangan usaha pada satu tahun tertentu dengan banyaknya pekerja yang terserap di dalamnya pada tahun yang sama (Dayuh Rimbawan, 2010).


METODOLOGI PENULISAN


Metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah metode kepustakaan atau telaah pustaka. Materi tulisan ini berasal dari hasil telaah pustaka antara lain dari buku-buku dan dari jurnal yang dipilih sesuai dengan topik penulisan. Literatur-literatur yang digunakan merupakan literatur-literatur yang bersifat primer (buku, jurnal) dan sekunder (text book, internet). Tulisan ini juga menggunakan metode kualitatif dengan menampilkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik NTT.
Permasalahan yang menjadi dasar dalam penulisan karya ilmiah ini timbul setelah diketahui bahwa terjadi penurunan produktivitas tenaga kerja di NTT yang disebabkan karena rendahnya kualitas sumber daya manusia yang dimiliki. Sedangkan usaha pemecahan masalahnya dilakukan dengan mempelajari teori-teori yang berhubungan dengan pokok permasalahan. Telaah pustaka tersebut kemudian dituangkan menjadi sebuah karya tulis yang merupakan hasil pemeikiran kritis mahasiswa terhadap masalah ketenagakerjaan tersebut. Sehingga diperoleh kesimpulan yang diharapkan dapat berkontribusi dalam kehidupan masyarakat.

PEMBAHASAN


1. Keadaan Ketenagakerjaan di Nusa Tenggara Timur.

Secara umum, kondisi ketenagakerjaan di NTT tidak jauh berbeda dengan daerah lainnya di Indonesia, adalah dalam kondisi yang sama dengan karakteristik lapangan kerja yang dualistic (formal dan informal), tingkat pengangguran yang cenderung tinggi dan kualitas tenaga kerja yang rendah. Kualitas tenaga kerja dicerminkan oleh tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimiliki seseorang. Kualitas yang tinggi jika dipadukan dengan penggunaan teknologi yang sesuai akan mengarah pada produktivitas yang tinggi pula.
Dalam pasar tenaga kerja di NTT sendiri, tingkat partisipasi angkatan kerja tidak cukup tinggi dan berfluktuasi bahkan pada tahun 2011 turun ke angka 71,72%. Angka ini menunjukkan bahwa setiap 100 orang yang aktif di pasar kerja 72 diantaranya bekerja sedang sisanya 28 orang adalah pencari kerja (penganggur).

Pengangguran terjadi disebabkan antara lain yaitu karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja serta kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari kerja. Keadaan yang demikian menyebabkan banyak penduduk NTT memilih untuk bekerja di sektor informal dibandingkan sector formal. Hal ini sangat irrasional karena orang cenderung memilih pekerjaan yang kurang produktif dan tanpa perlindungan sosial dibandingkan dengan pekerjaan yang produktif dan dengan jaminan sosial yang memadai. Dampaknya adalah bahwa banyak masyarat NTT yang berprofesi sebagai pekerja kasar atau buruh dengan upah yang sangat rendah.
Keputusan seseorang untuk melibatkan diri dalam angkatan kerja tidak semata-mata dipengaruhi oleh suatu tingkat upah tertentu, melainkan juga oleh keinginannya untuk memiliki lebih banyak waktu non-kerja (leisure time) untuk dapat bersenang-senang atau bersantai. Asumsinya bahwa seseorang dengan waktu kerja lebih lama akan memiliki penghasilan yang lebih banyak pula. Apabila ia memilih untuk memiliki banyak waktu luang maka ia akan kehilangan banyak penghasilan pula. Dengan demikian ada trade-off antara waktu luang dengan pendapatan.
Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan keadaan rata-rata upah propinsi NTT tahun 2011 dan rata-rata upah 5 tahun yang lalu. Dari tabel 2 dapat kita lihat bahwa rata-rata upah tahun 2011 telah naik sebesar 61% dari rata-rata upah pada tahun 2006.


Dengan melihat angka rata-rata tersebut dapat kita lihat bahwa UMR NTT telah meningkat sebesar 40% dari tahun 2006 dan menunjukkan masyarakat NTT sudah memiliki penghasilan di atas angka kebutuhan hidup layak. Artinya, bahwa upah yang diterimanya sudah mampu untuk mencukupi kebutuhan hidup layaknya di NTT. Angka UMR NTT tahun 2011 jika dibandingkan dengan rata-rata UMR propinsi lainnya di Indonesia (Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi dan Iran) yang banyak menembus angka Rp 1.000.000, masih sangat rendah. Masih rendahnya UMR berpengaruh pada tingkat upah. Banyak pengusaha berlaku curang dengan memberikan upah dibawah UMR yang telah ditetapkan. Hal ini menyebabkan pekerja tidak dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya dan secara tidak langsung berdampak pada produktivitas kerjanya.


2. Faktor-faktor penyebab rendahnya kualitas tenaga kerja di Nusa Tenggara Timur
Seperti yang telah disebutkan di bagian awal bahwa kualitas tenaga kerja dipengaruhi oleh sumber daya yang dimiliki seseorang yakni pendidikan dan keterampilan. Daerah Nusa Tenggara Timur masih merupakan kategori daerah miskin sehingga pendidikan belum tersebar merata. Keadaan geografis dan ekonomi menjadi penyebab utama sulitnya pendidikan menjangkau ke seluruh pelosok. Tingkat pendidikan yang rendah merupakan cerminan dari kemiskinan. Oleh karenanya, masih banyak masyarakat NTT yang bekerja sebagai buruh kasar dengan upah yang rendah karena kurangnya pengetahuan. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan tingkat partisipasi angkatan kerja berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2011 : 


Tenaga kerja yang bekerja di NTT sebagian besar memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Sebanyak hampir 80% merupakan tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang rendah yakni hanya sebatas pada jenjang SMP. Sedangkan sisanya sebesar 20% merupakan tenaga kerja dengan tingkat pendidikan sampai jenjang SMA/SMK dan Universitas. Hal ini tentu akan berpengaruh pada produktivitas kerja yang dapat tercermin dari tingkat penghasilan. Kehadiran lembaga pendidikan formal sangat penting untuk menunjang pendidikan di NTT untuk dapat menghadirkan lulusan yang punya pengetahuan dan keterampilan yang dapat menunjang kerjanya.
Kualitas tenaga kerja yang rendah juga dipengaruhi oleh faktor keterampilan (kemampuan). Kemampuan disini dibedakan atas dua yakni soft skill yang didapat melalui proses belajar baik formal maupun non-formal dan kemampuan fisik dengan indikatornya kesehatan. Keduanya saling menunjang satu sama lain. Fisik yang sehat akan mendorong kerja otak lebih maksimal, sebaliknya pnegetahuan dan pengalaman akan memacu kerja fisik lebih efektif. Sebagai daerah miskin, masyarakat NTT belum sepenuhnya mampu memenuhi kedua kemampuan ini, baik untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan gizi seimbang maupun kebutuhan akan ilmu dan pengalaman.
Selain kedua faktor tersebut, penyebab rendahnya kualitas tenaga kerja masyarakat NTT juga dipengaruhi oleh rendahnya etos kerja. Etos kerja atau disebut sebagai semangat kerja, didalamnya terdapat semangat dan kedisiplinan dalam bekerja. Seseorang yang bekerja dengan sungguh-sungguh dan yakin dengan apa yang dilakukannya akan mengarah kepada produktivitas yang tinggi. Berbeda dengan tenaga kerja yang didatangkan dari luar, misalnya dari pulau Jawa, yang memiliki semangat kerja yang tinggi, disiplin, ulet serta penuh rasa tanggung jawab dalam bekerja, tenaga kerja dari NTT tidak memiliki cukup dedikasi untuk pekerjaan yang dilakukannya. Padahal, saat ini para pengusaha lebih memilih untuk memberikan pekerjaan kepada orang yang mampu menyelesaikan pekerjaan dalam waktu singkat dan dengan kualitas hasil yang baik atau dengan kata lain orang dengan produktivitas tinggi. Pengusaha tidak memikirkan upah yang tinggi sebagai suatu pengeluaran, melainkan sebagai suatu biaya produksi. Jadi, pengusaha akan membebankan biaya tersebut kepada konsumen yang menggunakan produknya. Karena itulah, pengusaha lebih memilih untuk membayar mahal dengan jangka waktu pengembalian yang singkat daripada membayar murah dengan pengembalian yang cenderung lama.


3. Upaya-upaya meningkatkan kualitas tenaga kerja di Nusa Tenggara Timur

Menyadari situasi yang akan melemahkan perekonomian masyarakat NTT, maka perlu ada tindakan yang harus segera dilakukan untuk menekan penggunaan tenaga kerja dari luar daerah. Peningkatan kualitas tenaga kerja dirasa sangat perlu dilakukan, mengingat, beberapa point di atas merupakan faktor yang memperburuk keadaan masyarakat. Jika tidak segera diatasi maka tidak dipungkiri suatu saat tenaga kerja dari NTT tidak dapat bersaing di pasar tenaga kerja lokal maupun nasional. Akibatnya, terdapat banyak pengangguran yang akan berdampak pada buruknya kondisi perekonomian wilayah NTT. Upaya pemerintah dan masyarakat sudah banyak dilakukan untuk mengatasi masalah ini. Namun belum dapat menekan tingginya tingkat pengangguran. Rendahnya kualitas tenaga kerja masih menjadi hal penting yang harus dibenahi. Keadaan ketidaksesuaian antara kualifikasi pencari kerja dengan kualifikasi yang dibutuhkan penyedia kerja dan rendahnya keahlian akan berdampak pada lambannya peningkatan produktivitas kerja. Perusahaan mempunyai tujuan optimalisasi produksi sedangkan tenaga kerjanya tidak dapat mendukung kebijakan perusahaan menyebabkan perusahaan tidak dapat mengembangkan dirinya. Perlu campur tangan banyak pihak untuk dapat membantu menyelesaikan permasalahan ini. Pemerintah misalnya, perlu memberikan investasi di bidang pendidikan dan pelatihan guna peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat. Pemerintah harus lebih menekankan pencapaian di bidang pendidikan formal, sebab pendidikan dan pelatihan akan meningkatkan keterampilan pekerja, sehingga dapat meningkatkan produktivitas yang pada akhirnya akan meningkatkan pula pendapatan pekerja. Banyak hasil penelitian yang menunjukkan hubungan korelasi yang positif antara tingkat pendidikan dengan produktivitas kerja. Ardy dan Mursidi, melalui penelitiannya menunjukkan ada hubungan yang positif antara tingkat pendidikan pekerja dengan produktivitas yang dihasilkannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin tinggi pula produktivitasnya. Selain peningkatan pendidikan dan keterampilan, pemberian kesempatan kerja juga perlu dilakukan agar pekerja dapat meningkatkan rasa percaya diri dalam bekerja. Dengan kesempatan kerja yang terbuka luas, seseorang dapat menggunakan seluruh kemampuan yang dimilikinya secara maksimal. Dengan demikian, rasa percaya diri dengan sendirinya akan tumbuh karena pengalaman kerja tersebut. Semakin tinggi pengalaman kerja maka tingkat keahliannya pun semakin baik. Dan pada akhirnya, meningkatkan produktivitas kerja. Selain kedua hal itu, perbaikan gizi dan kesehatan juga sangat penting untuk meningkatkan produktivitas kerja. Perbaikan dan peningkatan di bidang kesehatan masyarakat biasanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Akan tetapi penyediaan fasilitas kesehatan selalu terbatas karena dana pemerintah. Oleh karenanya, usaha perbaikan gizi dan kesehatan tidak mungkin hanya dibebankan kepada pemerintah saja. Masyarakat, khususnya perhatian dari pengusaha juga perlu dalam mengatasi hal ini. Caranya adalah dengan memperbaiki sistem pengupahan agar cukup dan wajar untuk memenuhi kebutuhan hidup layak pekerja. Karena, rendahnya tingkat gizi kesehatan disebakan oleh rendahnya tingkat penghasilan.
Dari sisi internal, tenaga kerja sendiri hendaknya meningkatkan etos kerja karena berdampak positif pada produktivitasnya. Ketekunan dan semangat juang yang tinggi akan mendorong pekerja untuk mengembangkan diri dan memaksimalkan dayanya untuk bekerja. Kerja keras ini akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja.

PENUTUP


1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa :
a. Kondisi ketenagakerjaan di NTT masih sangat memprihatinkan, dilihat dari tingginya tingkat pengangguran karena ketidaksesuaian tenaga kerja dengan kualifikasi yang diinginkan perusahaan dan rendahnya upah akibat mimimnya produktivitas.
b. Pendidikan dan keterampilan merupakan human capital dalam pasar kerja, oleh karena itu tenaga kerja di NTT perlu mengembangkan kemampuan yang dimilikinya melalui peningkatan pendidikan dan keterampilan.
c. Selain pendidikan dan keterampilan, produktivitas tenaga kerja juga didukung oleh tingkat gizi dan kesehatan, serta etos kerja.


2. Saran

Peningkatan produktivitas tenaga kerja akan memberikan dampak positif terhadap pendapatan. Oleh karena itu, investasi di bidang pendidikan dan keterampilan serta peningkatan gizi dan kesehatan perlu dilakukan sehingga dapat tercipta kondisi yang mendukung seseorang untuk dapat bekerja secara maksimal. Dengan demikian, akan tercipta sumber daya manusia NTT yang lebih berdaya saing dan produktif tidak hanya di daerah NTT namun juga di tingkat nasional dan global.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar