Senin, 03 Oktober 2011

Teori Ordinal

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Setiap individu ataupun rumah tangga pasti mempunyai perkiraan tentang berapa pendapatanya dalam suatu periode tertentu, misalkan satu tahun. Dan mereka juga pasti mempunyai suatu gambaran tentang barang - barang atau jasa - jasa apa saja yang akan mereka beli. Tugas setiap rumah tangga adalah bagaimana mereka bisa memaksimalkan pendapatan mereka yang terbatas untuk mendapatkan dan memenuhi semua kebutuhan sehingga bisa mencapai kesejahteraan. Tapi ternyata hampir tidak satupun individu atau rumah tangga yang berhasil dalam tugasnya tersebut. Sampai pada tingkat tertentu, kegagalan tersebut disebabkan oleh adanya keterangan - keterangan yang tidak tepat dan ada juga alasan - alasan lain seperti pembelian - pembelian secara impulsif. Segala usaha yang dilakukan untuk mencapai kepuasan maksimum dengan pendapatan yang terbatas inilah yang mempengaruhi permintaan konsumen terhadap barang dan jasa di pasar. Untuk menganalisa pembentukan permintaan konsumen secara lebih akurat, maka akan digunakan beberapa asumsi yang akan menyederhanakan realitas ekonomi. Disini kita akan mempelajari tentang teori nilai guna ( utility ). Secara historis, teori nilai guna (utility) merupakan teori yang terlebih dahulu dikembangkan untuk menerangkan kelakuan individu dalam memilih barang-barang yang akan dibeli dan dikonsumsinya. Dapat dilihat bahwa analisis tersebut telah memberi gambaran yang cukup jelas tentang prinsip-prinsip pemaksimuman kepuasan yang dilakukan oleh orang-orang yang berfikir secara rasional dalam memilih berbagai barang keperluannya. Disini kita mempelajari bagaimana suatu barang bisa memmberikan kenikmatan terhadap individu dan bagaimana barang itu akhirnya sama sekali tidak bisa memberikan kenikmatan terhadap seseorang. 1.2. Tujuan Adapun tujuan yang ingin dicapai, adalah : 1. Untuk mengetahui apakah perilaku konsumen itu dalam ilmu ekonomi Mikro 2. Untuk mengetahi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku konsumen 3. Untuk mengetahui teori dari perilaku konsumen khususnya teori ordinal


BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian Konsumen, Konsumsi dan Perilaku Konsumen Dalam Ilmu Ekonomi Mikro yang dimaksud dengan konsumen kegiatan konsumen adalah seseorang atau kelompok yang melakukan serangkaian kegiatan konsumsi barang atau jasa. Pengertian lain tentang konsumen adalah orang atau sesuatu yang membutuhkan, menggunakan dan memanfaatkan barang atau jasa. Konsumen biasa memiliki kebiasaan dan tikah laku yang berbeda-beda. Di desa berbeda dengan kebiasaan yang ada di kota, tergantug pada jumlah pendapatan mereka. Konsumen adalah seseorang yang mengkonsumsi suatu barang atau jasa. Maka konsumsi seseorang itu tergantung pada : pendapatan, pendidikan kebiasaan dan kebutuhan. Adapun pengetrian perilaku konsumen, yaitu tingkah laku dari konsumen, dimana mereka dapat mengilustrasikan untuk membeli, menggunakan, mengevaluasi dan memperbaiki dan memperbaiki sutu peroduk dan jasa mereka. Fokus dari perilaku konsumen adalah bagai mana individu membuat keputusan untuk mengkonsumsi suatau barang. 1. James F Engel Perilaku konsumen di definisikan tindak-tindakan individu secara langsung terlibata dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomi termasuk proses pengambilan kepustusan yang mendahuli dan menentukan tindakan-tindakan tersebut (1988:8) 2. David L Loundon Perilaku konsumen dapat diDefinisikan sebagai proses pengambilan keputusan dan aktivitas individu secara fisik yang dilibatkan dalam mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau dapat mempergunakan barang-barang atau jasa (1984:6) 3. Gerald Zaltman Perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan, proses dan hubungan sosial yang di lakukan oleh individu, kelompok dan organisasi dan mendapatkan, menggunakan suatu produk atau lainnya sebagai sutu akibat dari pengalaman dengan produk, pelayanan dan sumber-sumber lainya. (1979:6) Dari beberapa Definisi tersebut di atas maka dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individum, kelompok, atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapakan, menggunakan barang-barang atau jasa ekonimi yang dafat di pengaruhi linkungan. 2.2. Faktor yang mempengaruhi Perilaku Konsumen Perilaku permintaan konsumen terhadap barang dan jasa akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: pendapatan, selera konsumen, dan harga barang, disaat kondisi yang lain tidak berubah (ceteris paribus). Perilaku konsumen ini didasarkan pada Teori Perilaku Konsumen yang menjelaskan bagaimana seseorang dengan pendapatan yang diperolehnya, dapat membeli berbagai barang dan jasa sehingga tercapai kepuasan tertentu sesuai dengan apa yang diharapkannya. 2.3. Pendekatan Perilaku Konsumen Pendekatan untuk mempelajari perilaku konsumen dalam mengkonsumsi suatu barang: 1.Pendekatan Kardinal 2.Pendekatan Ordinal *) dengan asumsi bahwa : Konsumen bersikap rasional. Dengan anggaran yang tersedia, konsumen berusaha memaksimalkan kepuasan totalnya dari barang yang dikonsumsinya. Pendekatan nilai guna ordinal Pendekatan nilai guna ordinal atau sering juga disebut analisis Kurva indeference : manfaat yang diperoleh masyarakat dari mengkonsumsikan barang-barang tidak kuantitif / tidak dapat diukur. Pendakatan ini muncul karena adanya keterbatasan – keterbatasan yang ada pada pendekatan cardinal, meskipun bukan berarti pendekatan cardinal tidak memiliki kelebihan. Kurva Indiferens / Teori Utilitas Ordinal (The Indifference Curve Approach) Kurva indiferens adalah kurva yang menghubungkan titik-titik tempat kedudukan paket kombinasi konsumsi dua barang yang memberikan tingkat kepuasan (kegunaan) yang sama (dinilai dalam skala ordinal). Indiferens Curve mempunyai persyaratan: 1. Konsistensi (prinsip Transitivity); jika Misalnya, jika A lebih disuka dari B atau A>B, dan B lebih disukai dari C atau B>C, maka harus berlaku A lebih disuka dari C, atau A>C. berarti kurva indeferens tidak saling berpotongan. Titik E pada gambar (b) seolah-olah berpotongan, sebenarnya titik E ada pada salah satu Kurva indiferens . (semakin jauh Kurva indiferens terhadap titik origin maka akan semakin tinggi tingkat kepuasan konsumen A > B > C 2. Banyak lebih disuka dari pada sedikit (more is better) juga merupakan alasan rasional sehingga Kurva indiferens yang berada di sisi kanan lebih disuka. (Gambar (c)) titik 2 lebih disuka dari titik 1. titik 4 dan 5 bersifat indiferens terhadap titik 1. 3. Tidak harus paralel, karena perubahan Utilitas tidak harus proporsional, tetapi syarat (2) harus dapat dipakai. 4. Kurva indiferens menurun dari kiri atas ke kanan bawah (downward slopping) dan sembung terhadap titik orogin (convex to origin) Marginal Rate of Substitution (MRS) Jika konsumen ingin meningkatkan konsumsi salah 1 barang maka harus mengurangi kuantitas barang lain yang dikonsumsi. Dalam kasus ini apabila konsumen akan menambah barang x maka harus mengurangi konsumsi barang Y (trade off). Hal ini yang disebut sebagai daya substitusi marginal (Marginal Rate of Substitution (MRS) MRS XY = - U = F (X,Y) du = (dU/dX). dX + (dU/dY). dY = 0 du = MUX . dX + MUY. dY =0 MUX .dX = -MUY . dy atau (Bertanda negatif berarti miring dari kiri atas ke kanan bawah)  


BAB III PEMBAHASAN


Teori perilaku konsumen yaitu teori yang menjelaskan tindakan konsumen dalam mengkonsumsi barang-barang,dengan pendapatan tertentu dan harga barang tertentu pula sedemikian rupa agar konsumen mencapai tujuannya.Tujuan konsumen untuk memperoleh manfaat atau kepuasan sebesar-besarnya dari barang-barang yang dikonsumsi (maximum satisfaction). Dan,teori ekonomi menganggap bahwa maximum satisfaction itu adalah tujuan akhir konsumen. Teori tingkah laku konsumen dapat dibedakan dalam dua macam pendekatan yaitu: 1. Pendekatan nilai guna (Utility) Kardinal 2. Pendekatan nilai guna ordinal Pendekatan nilai guna ordinal Pendekatan nilai guna ordinal atau sering juga disebut analisis Kurva indeference : manfaat yang diperoleh masyarakat dari mengkonsumsikan barang-barang tidak kuantitif / tidak dapat diukur. Pendakatan ini muncul karena adanya keterbatasan - keterbatasan yang ada pada pendekatan cardinal, meskipun bukan berarti pendekatan cardinal tidak memiliki kelebihan. Asumsi yang digunakan dalam pendekatan ini : a. Konsumen bersikap rasional., dengan anggaran yang tersedia, konsumen berusaha memaksimalkan kepuasan totalnya dari barang yang dikonsumsinya. b. Konsumen dianggap mempunyai informasi yang sempurna atas uang yang tersedia baginya serta informasi harga-harga yang ada di pasar. c. Konsumen perlu mempunyai preferensi yang disusun atas dasar besar kecilnya nilai guna, walaupun besarnya nilai guna itu sendiri secara absolute tidak perlu diketahui. Pendekatan ordinal disebut juga dengan pendekatan kurva tak acuh atau pendekatan Indifference Curve. Jadi menurut pendekatan ordinal ini tingkat kepuasan seseorang dari mengkonsumsi barang atau jasa tidak dapat dihitung dengan uang atau jasa atau satuan lainnya, tetapi dapat dikatakan lebih tinggi atau lebih rendah (dengan skala ordinal seperti ke-1, ke-2, dan seterusnya). Kurva indifferen mempunyai ciri antara lain : 1. Mempunyai slope negative (dari kiri atas ke kanan bawah) 2. Kurva indifferen yang lebih tinggi kedudukannya menunjukkan tingkat kepuasan yang semakin tinggi. 3. Kurva indifferen tidak pernah berpotongan satu sama lain karena walaupun ada dua atau lebih kurva indifferen yang saling berpotongan namun titik potong itu tidak menunjukan tingkat kepuasannya memiliki besar yang sama, melainkan tidak dapat diukur karena masing-masing titik terletak pada kurvanya masing-masing. 4. Kurva indifferen cembung ke titik asal. Kelemahan pendekatan kardinal terletak pada anggapan yang digunakan bahwa kepuasan konsumen dari mengkonsumsi barang dapat diukur dengan satuan kepuasan. Padakenyataannya pengukuran semacam ini sulit dilakukan. Pendekatan ordinal mengukur kepuasan konsumen dengan angka ordinal (relatif). Tingkat kepuasan konsumen dengan menggunakan kurva indiferens (kurva yg menunjukkan tingkat kombinasi jumlah barang yang dikonsumsi yang menghasilkan tingkat kepuasan yang sama). Persamaan kardinal dan ordinal Persamaan cardinal dan ordinal yaitu sama-sama menjelaskan tindakan konsumen dalam mengkonsumsi barang-barang yang harganya tertentu dengan pendapatan konsumen yang tertentu pula agar konsumen mencapai tujuannya (maximum utility) .  


BAB IV PENUTUP

Teori perilaku konsumen yang berkembang sebelum periode tahun 1960-an didasarkan, pada teori ekonomi, Manfaat perilaku konsumen, Peran perilaku konsumen sangat beragam tergantung pada pemanfaat atau pengguna (stakeholder). Kelompok konsumen individu maupun organisasi akan menukarkan sumberdaya yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhannya. Sehingga dari perilaku konsumen dapat membantu mencapai tujuan dalam pemenuhan kebutuhan berbagai macam produk. Pendekatan nilai guna ordinal atau sering juga disebut analisis Kurva indeference : manfaat yang diperoleh masyarakat dari mengkonsumsikan barang-barang tidak kuantitif / tidak dapat diukur. Pendekatan ini muncul karena adanya keterbatasan - keterbatasan yang ada pada pendekatan cardinal, meskipun bukan berarti pendekatan cardinal tidak memiliki kelebihan.

Teori Kardinal

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Setiap individu ataupun rumah tangga pasti mempunyai perkiraan tentang berapa pendapatanya dalam suatu periode tertentu, misalkan satu tahun. Dan mereka juga pasti mempunyai suatu gambaran tentang barang - barang atau jasa - jasa apa saja yang akan mereka beli. Tugas setiap rumah tangga adalah bagaimana mereka bisa memaksimalkan pendapatan mereka yang terbatas untuk mendapatkan dan memenuhi semua kebutuhan sehingga bisa mencapai kesejahteraan. Tapi ternyata hampir tidak satupun individu atau rumah tangga yang berhasil dalam tugasnya tersebut. Sampai pada tingkat tertentu, kegagalan tersebut disebabkan oleh adanya keterangan - keterangan yang tidak tepat dan ada juga alasan - alasan lain seperti pembelian - pembelian secara impulsif.
Segala usaha yang dilakukan untuk mencapai kepuasan maksimum dengan pendapatan yang terbatas inilah yang mempengaruhi permintaan konsumen terhadap barang dan jasa di pasar. Untuk menganalisa pembentukan permintaan konsumen secara lebih akurat, maka akan digunakan beberapa asumsi yang akan menyederhanakan realitas ekonomi. Disini kita akan mempelajari tentang teori nilai guna ( utility ).
Secara historis, teori nilai guna (utility) merupakan teori yang terlebih dahulu dikembangkan untuk menerangkan kelakuan individu dalam memilih barang-barang yang akan dibeli dan dikonsumsinya. Dapat dilihat bahwa analisis tersebut telah memberi gambaran yang cukup jelas tentang prinsip-prinsip pemaksimuman kepuasan yang dilakukan oleh orang-orang yang berfikir secara rasional dalam memilih berbagai barang keperluannya. Disini kita mempelajari bagaimana suatu barang bisa memmberikan kenikmatan terhadap individu dan bagaimana barang itu akhirnya sama sekali tidak bisa memberikan kenikmatan terhadap seseorang.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai, adalah :
1. Untuk mengetahui apakah perilaku konsumen itu dalam ilmu ekonomi Mikro
2. Untuk mengetahi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku konsumen
3. Untuk mengetahui teori dari perilaku konsumen khususnya teori kardinal
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian Konsumen, Konsumsi dan Perilaku Konsumen
Dalam Ilmu Ekonomi Mikro yang dimaksud dengan konsumen kegiatan konsumen adalah seseorang atau kelompok yang melakukan serangkaian kegiatan konsumsi barang atau jasa. Pengertian lain tentang konsumen adalah orang atau sesuatu yang membutuhkan, menggunakan dan memanfaatkan barang atau jasa. Konsumen biasa memiliki kebiasaan dan tikah laku yang berbeda-beda. Di desa berbeda dengan kebiasaan yang ada di kota, tergantug pada jumlah pendapatan mereka. Konsumen adalah seseorang yang mengkonsumsi suatu barang atau jasa. Maka konsumsi seseorang itu tergantung pada : pendapatan, pendidikan kebiasaan dan kebutuhan.
Adapun pengetrian perilaku konsumen, yaitu tingkah laku dari konsumen, dimana mereka dapat mengilustrasikan untuk membeli, menggunakan, mengevaluasi dan memperbaiki dan memperbaiki sutu peroduk dan jasa mereka. Fokus dari perilaku konsumen adalah bagai mana individu membuat keputusan untuk mengkonsumsi suatau barang.
1. James F Engel
Perilaku konsumen di definisikan tindak-tindakan individu secara langsung terlibata dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomi termasuk proses pengambilan kepustusan yang mendahuli dan menentukan tindakan-tindakan tersebut (1988:8)
2. David L Loundon
Perilaku konsumen dapat diDefinisikan sebagai proses pengambilan keputusan dan aktivitas individu secara fisik yang dilibatkan dalam mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau dapat mempergunakan barang-barang atau jasa (1984:6)
3. Gerald Zaltman
Perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan, proses dan hubungan sosial yang di lakukan oleh individu, kelompok dan organisasi dan mendapatkan, menggunakan suatu produk atau lainnya sebagai sutu akibat dari pengalaman dengan produk, pelayanan dan dumber-sumber lainya. (1979:6)
Dari beberapa Definisi tersebut di atas maka dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individum, kelompok, atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapakan, menggunakan barang-barang atau jasa ekonimi yang dafat di pengaruhi linkungan.

2.2. Faktor yang mempengaruhi Perilaku Konsumen
Perilaku permintaan konsumen terhadap barang dan jasa akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: pendapatan, selera konsumen, dan harga barang, disaat kondisi yang lain tidak berubah (ceteris paribus). Perilaku konsumen ini didasarkan pada Teori Perilaku Konsumen yang menjelaskan bagaimana seseorang dengan pendapatan yang diperolehnya, dapat membeli berbagai barang dan jasa sehingga tercapai kepuasan tertentu sesuai dengan apa yang diharapkannya.

2.3. Pendekatan Perilaku Konsumen
Pendekatan untuk mempelajari perilaku konsumen dalam mengkonsumsi suatu barang:
1.Pendekatan Kardinal
2.Pendekatan Ordinal
*) dengan asumsi bahwa : Konsumen bersikap rasionalDengan anggaran yang tersedia, konsumen berusaha memaksimalkan kepuasan totalnya dari barang yang dikonsumsinya.

Pendekatan Kardinal
a. Kepuasan konsumsi dapat diukur dengan satuan ukur.
b. Makin banyak barang dikonsumsi makin besar kepuasan
c. Terjadi hukum The law of deminishing Marginal Utility pada tambahan kepuasan setiap satu satuan.Setiap tambahan kepuasan yang diperoleh dari setiap unit tambahan konsumsi semakin kecil.( Mula – mula kepuasan akan naik sampai dengan titik tertentu atau saturation point tambahan kepuasan akan semakin turun ).Hukum ini menyebabkan terjadinya Downward sloping MU curva. Tingkat kepuasan yang semakin menurun ini dikenal dengan hukum Gossen.
d. Tambahan kepuasan untuk tambahan konsumsi 1 unit barang bisa dihargai dengan uang, sehingga makin besar kepuasan makin mahal harganya. Jika konsumen memperoleh tingkat kepuasan yang besar maka dia akan mau membayar mahal, sebaliknya jika kepuasan yang dirasakan konsumen redah maka dia hanya akan mau membayar dengan harga murah.
Pendekatan nilai guna (Utility) Kardinal atau sering disebut dengan teori nilai subyektif : dianggap manfaat atau kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dapat dinyatakan secara kuantitif / dapat diukur, dimana keseimbangan konsumen dalam memaksimumkan kepuasan atas konsumsi berbagai macam barang, dilihat dari seberapa besar uang yang dikeluarkan untuk membeli unit tambahan dari berbagai jenis barang akan memberikan nilai guna marginal yang sama besarnya. Oleh karena itu keseimbangan konsumen dapat dicari dengan pendekatan kuantitatif.
- Kepuasan seorang konsumen dalam mengkonsumsi suatu barang dapat diukur dengan satuan kepuasan. Misalnya: mata uang.
- Setiap tambahan satu unit barang yang dikonsumsi akan menambah kepuasan yang diperoleh konsumen tersebut dalam jumlah tertentu.
Kepuasan marginal (marginal utility)
Tambahan kepuasan yang diperoleh dari penambahan jumlah barang yang dikonsumsi
Hukum tambahan kepuasan yang semakin menurun (The Law of Diminishing Marginal Utility). Besarnya kepuasan marginal akan selalu menurun dengan bertambahnya jumlah barang yang dikonsumsi secara terus menerus.
Berikut fungsinya:
U = f ( X1, X2, X3………, Xn )
U : besar kecilnya kepuasan.
X : jenis dan jumlah barang yang dikonsumsi.


BAB III
PEMBAHASAN

Teori perilaku konsumen yaitu teori yang menjelaskan tindakan konsumen dalam mengkonsumsi barang-barang,dengan pendapatan tertentu dan harga barang tertentu pula sedemikian rupa agar konsumen mencapai tujuannya.Tujuan konsumen untuk memperoleh manfaat atau kepuasan sebesar-besarnya dari barang-barang yang dikonsumsi (maximum satisfaction). Dan,teori ekonomi menganggap bahwa maximum satisfaction itu adalah tujuan akhir konsumen.
Teori tingkah laku konsumen dapat dibedakan dalam dua macam pendekatan yaitu:
1. Pendekatan nilai guna (Utility) Kardinal
2. Pendekatan nilai guna ordinal

Pendekatan nilai guna (Utility) Kardinal
Pendekatan nilai guna (Utility) Kardinal atau sering disebut dengan teori nilai subyektif : dianggap manfaat atau kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dapat dinyatakan secara kuantitif / dapat diukur, dimana keseimbangan konsumen dalam memaksimumkan kepuasan atas konsumsi berbagai macam barang, dilihat dari seberapa besar uang yang dikeluarkan untuk membeli unit tambahan dari berbagai jenis barang akan memberikan nilai guna marginal yang sama besarnya. Oleh karena itu keseimbangan konsumen dapat dicari dengan pendekatan kuantitatif.
Para ahli ekonomi mempercayai bahwa utility merupakan ukuran kebahagian. Utility dianggap bahwa ukuraan kemampauan barang / jasa untuk memuaskan kabutuhan. Besar kecilnya utility yang dicapai konsumen tergantung dari jenis barang atau jasa dan jumlah barang atau jasa yang dikonsumsi. Sehingga dapat ditunjukan oleh fungsi sebagai berikut :
U = f ( X1, X2, X3………, Xn )
U : besar kecilnya kepuasan:
X : jenis dan jumlah barang yang dikonsumsi.
Besar kecilnya kepuasan yang diperoleh konsumen tergantung pada jenis dan jumlah barang atau jasa yang dikonsumsi.


Prinsip teori Utilitas:
1. Barang (goods) yang di konsumsi mempunyai sifat semakin banyak akan semakin besar manfaatnya. Dengan demikian, jika sesuatu yang bila dikonsumsi semakin banyak justru mengurangi kenikmatan hidup (bad) tidak dapat didefinisikan sebagai barang, misalnya penyakit.
2. Utilitas (utility) adalah manfaat yang diperoleh seseorang karena ia mengkonsumsi barang, Dengan demikian Utilitas merupakan ukuran manfaat (kepuasan) bg seseorang karena mengkonsumsi barang. Keseluruhan manfaat yang diperoleh konsumen karena mengkonsumsi sejumlah barang disebut dengan Utilitas total (Total Utility) Utilitas marjinal (marginal utility) adalah tambahan manfaat yang diperoleh karena menambah satu unit konsumsi barang tertentu.
3. Pada teori Utilitas berlaku Hukum Pertambahan Manfaat yang Makin Menurun (The law of Diminishing marginal utility) yaitu bahwa awalnya sesorang konsumen mengkonsumsi satu unit barang tertentu akan memperoleh atambahan Utilitas (manfaat) yang besar, akan tetapi tambahan unit konsumsi barang tersebut akan memberikan tambahan Utilitas (manfaat yang semakin menurun, dan bahkan dapat memberikan manfaat negatif. Dengan kata lain, Utilitas marjinal (MU) mula-mula adalah besar, dan semakin menurun dengan meningkatnya unit barang yang dikonsumsi.
4. Pada teori Utilitas berlaku konsistensi preferensi, yaitu bahwa konsumen dapat secara tuntas (complete) menentukan rangking dan ordering pilihan (preference, choice) diantara berbagai paket barang yang tersedia. Konsep ini disebut dengan Transitivity dan rasionalitas. Misalnya, jika A lebih disuka dari B atau A>B, dan B lebih disukai dari C atau B>C, maka harus berlaku A lebih disuka dari C, atau A>C.
5. Pada teori Utilitas diasumsikan bahwa konsumen mempunyai pengetahuan yang sempurna berkaitan dengan keputusan konsumsinya. Mereka dianggap (diasumsikan) mengetahui persis kualitas barang, kapasitas produksi, teknologi yang digunakan dsb.

Teori Utilitas disebut dengan teori kardinal (pendekatan dengan menggunakan nilai absolut) karena unit kegunaan (unit Utilitas = util) dihitung dalam skala interval, sehingga tingkat kegunaan dapat dijumlahkan menjadi total Utilitas (TU), dan marginal utility (MU)
Secara sederhana MU dapat diartikan atau diartikan perubahan total Utilitas karena perubahan 1 unit Q (barang yang dikonsumsi).

Keseimbangan Konsumen
Keseimbangan konsumen tercapai jika konsumen memperoleh kepuasan maksimum dari mengkonsumsi suatu barang.Syarat Keseimbangan:
1.MUx/Px = MUy/Py = ….= MUn/Pn
2.Px Qx + Py QY + ……+ Pn Qn = M

MU = marginal utility
P = harga
M = pendapatan konsumen

Q 1 2 3 4 5 6 7 8
MUx 16 14 12 10 8 6 4 2
MUy 11 10 9 8 7 6 5 4

Diketahui : Px = 2 Py = 1 M = 12

Syarat Equilibrium:
1. MUx / Px = MUy / Py
12 / 2 = 6 / 1
2. Px Qx + Py QY = MPx Qx + Py QY = M
(2) (3) + (1) (6) = 12
Total Utility = MUx QX + MUy QY
= (12) (3) + (6) (6)
= 72
Teori kegunaan kardinal ini telah banyak digunakan para ekonom, mengingat sangat sulit untuk mengukur Utilitas (kegunaan) dari konsumsi suatu paket barang secara kardinal. Teori Utilitas ini diperbaiki oleh Vilvredo Pareto (1906) yaitu dengan skala kardinal menjadi Ordinal.


Pendekatan nilai guna ordinal
Pendekatan nilai guna ordinal atau sering juga disebut analisis Kurva indeference : manfaat yang diperoleh masyarakat dari mengkonsumsikan barang-barang tidak kuantitif / tidak dapat diukur.
Pendakatan ini muncul karena adanya keterbatasan - keterbatasan yang ada pada pendekatan cardinal, meskipun bukan berarti pendekatan cardinal tidak memiliki kelebihan.

Persamaan kardinal dan ordinal
Persamaan cardinal dan ordinal yaitu sama-sama menjelaskan tindakan konsumen dalam mengkonsumsi barang-barang yang harganya tertentu dengan pendapatan konsumen yang tertentu pula agar konsumen mencapai tujuannya (maximum utility) .

Perbedaan kardinal dan ordinal
• nilai guna (Utility) Kardinal menganggap bahwa besarnya utility dapat dinyatakan dalam bilangan/angka. Sedangkan analisis ordinal besarnya utility dapat dinyatakan dalam bilangan / angka.
• Analisis cardinal mengunakan alat analisis yang dinamakan marginal utiliy(pendekatan marginal). Sedangkan analisis ordinal menggunakan analisis indifferent curve atau kurva kepuasan sama .
• Kelemahan pendekatan kardinal terletak pada anggapan yang digunakan bahwa kepuasan konsumen dari mengkonsumsi barang dapat diukur dengan satuan kepuasan. Pada kenyataannya pengukuran semacam ini sulit dilakukan.Pendekatan ordinal mengukur kepuasan konsumen dengan angka ordinal (relatif).Tingkat kepuasan konsumen dengan menggunakan kurva indiferens(kurva yg menunjukkan tingkat kombinasi jumlah barang yang dikonsumsi yang menghasilkan tingkat kepuasan yang sama).



BAB IV
PENUTUP

Teori perilaku konsumen yaitu teori yang menjelaskan tindakan konsumen dalam mengkonsumsi barang-barang,dengan pendapatan tertentu dan harga barang tertentu pula sedemikian rupa agar konsumen mencapai tujuannya.Tujuan konsumen untuk memperoleh manfaat atau kepuasan sebesar-besarnya dari barang-barang yang dikonsumsi (maximum satisfaction). Dan,teori ekonomi menganggap bahwa maximum satisfaction itu adalah tujuan akhir konsumen.
Pendekatan nilai guna (Utility) Kardinal atau sering disebut dengan teori nilai subyektif : dianggap manfaat atau kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dapat dinyatakan secara kuantitif / dapat diukur, dimana keseimbangan konsumen dalam memaksimumkan kepuasan atas konsumsi berbagai macam barang, dilihat dari seberapa besar uang yang dikeluarkan untuk membeli unit tambahan dari berbagai jenis barang akan memberikan nilai guna marginal yang sama besarnya. Oleh karena itu keseimbangan konsumen dapat dicari dengan pendekatan kuantitatif.
Tinggi rendahnya utility suatu barang tergantung dari subjek yang memberikan penilaian. Jadi suatu barang akan mempunyai arti atau nilai bagi seseorang apabila barang tersebut mempunyai nilai guna baginya. Adapun besar kecilnya nilai guna suatu barang terhadap seseorang akan tergantung dari preferensi konsumen yang bersangkutan.
Hal seperti diuraikan diatas adalah kejadian-kejadian yang sudah umum atau biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari, kerena itu pada teori cardinal berlaku hipotesa sebagai berikut : “Tambahan nilai guna yang akan diperoleh seseorang dari mengkonsumsi barang atau jasa akan semakin sedikit apabila orang tersebut terus menerus menambah konsumsinya ke atas barang tersebut. Pada akhirnya tambahan nilai guna akanmenjadi negative yaitu apabila konsumsi ke atas barang tersebut ditambah satu unit lagi, dan nilai guna total akan menjadi bertambah sedikit.”

Perbedaan Usahatani Keluarga dan Perusahaan Pertanian

a. Usahatani Keluarga Usahatani keluarga adalah usahatani yang dikelola oleh petani dan keluarganya. Umumnya mereka mengelola lahan milik sendiri atau lahan sewa yang tidak terlalu luas dan menanam berbagai macam tanaman pangan,palawija dan atau hortikultura. Usahatani tersebut dapat diusahakan di tanah sawah,ladang dan pekarangan. Hasil yang mereka panen biasanya digunakan untuk konsumsi keluarga,jika hasil panen mereka lebih banyak dari jumlah yang mereka konsumsi mereka akan menjualnya ke pasar tradisional. Jadi pertanian dalam arti sempit dapat dicirikan oleh sifat subsistensi atau semi komersial. Ciri lain usahatani keluarga adalah tidak adanya spesifikasi dan spesialisasi. Mereka biasa menanam berbagai macam komoditi. Dalam satu tahun musim tanam petani dapat memutuskan untuk menanam tanaman bahan pangan atau tanaman perdagangan. Keputusan petani untuk menanam bahan pangan terutama didasarkan atas kebutuhan pangan keluarga,sedangkan bila mereka memutuskan untuk menanam tanaman perdagangan faktor-faktor determinan yang mempengaruhi pengambilan keputusan tersebut antara lain adalah iklim,ada tidaknya modal, tujuan penggunaan hasil penjualan tanaman tersebut dan ekspektasi harga. Jenis komoditi perdagangan rakyat meliputi tembakau, tebu rakyat, kopi, lada, karet, kelapa, teh, cengkeh, vanili, buah-buahan, bunga-bungaan dan sayuran. Di samping mengusahakan komoditi-komoditi di atas,usahatani keluarga juga mencakup usahatani sampingan yaitu peternakan/perikanan dan pencarian hasil hutan. Bila pendapatan seorang petani sebagian besar diperoleh dari sektor perikanan maka ia disebut nelayan. Namun demikian ciri subsistensi atau semi komersial tetap lekat pada usahatani keluarga baik usahatani tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan maupun kehutanan. b. Perusahaan Pertanian Perusahaan pertanian adalah perusahaan pertanian yang memproduksi hasil tertentu dengan sistem pertanian seragam di bawah sistem manajemen yang terpusat (centralized) dengan menggunakan berbagai metode ilmiah dan teknik pengolahan yang efisien, untuk memperoleh laba yang sebesar-besarnya. Usahatani sebagai perusahaan dimana petani dalam mengelola atau mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan hewan tersebut menggunakan prinsip perusahaan. Artinya dia mempertimbangkan berbagai kombinasi input yang diberikan agar bisa menghasilkan output sesuai dengan tujuan secara efisien dan efektif. Adapun bila usahatani, perkebunanan, peternakan, perikanan dan kehutanan telah dilakukan secara efisien dalam skala besar dengan menerapkan konsep spesialisasi komoditi maka karakteristik pertanian bergeser ke arah komersialisasi dan dikenal dengan istilah perusahaan pertanian atau farm. Perkebunan yang dikelola secara komersial dikenal sebagai plantation. Dalam peternakan dikenal istilah ranch untuk peternakan sapi yang dikelola secara profesional,demikian seterusnya. Jadi perbedaan antara perusahaan pertanian dan usahatani setidaknya ada dua, yaitu ditinjau dari segi wawasan usaha dan dari bidang yang tercakup : Jika perusahaan pertanian wawasan usahanya adalah komersial, maka usahatani keluarga wawasannya ada yang subsisten, hobi, di samping ada yang komersial, serta campuran antara dua wawasan tersebut. Dari segi bidang, perusahaan pertanian lebih luas daripada usahatani keluarga, karena mencakup subsistem pertanian di samping subsistem yang lain.

Penentuan Harga pokok Produksi

KATA PENGANTAR
Puji syukur patut penulis sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya atas berkat dan rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan makalah Akuntansi Manajemen ini dengan baik. Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami metode dalam penentuan harga pokok produksi pada suatu perusahaan. Penyusunan makalah ini seyogyanya diusahakan sendiri oleh para penulis dengan bantuan dari pihak-pihak yang dengan caranya sendiri-sendiri telah ikut berpartisipasi dalam penyelesaian makalah ini. Untuk itu, penulis hendak menyampaikan terima kasih kepada semua yang telah berjasa di dalam pembuatan makalah ini. Penulis sadar makalah ini masih belum sempurna, sehingga penulis tetap mengharapakan kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan tulisan ini ke depannya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih. Penulis  

DAFTAR ISI
Judul 1 Kata Pengantar 2 Daftar Isi 3 Bab I : Pendahuluan 4 1.1. Latar Belakang 4 1.2. Tujuan 5 Bab II : Pembahasan 6 2.1. Metode Full Costing 6 2.2. Metode Variable Costing 8 2.3. Perbedaan Full Costing dan Variabel Costing 10 Bab III : Penutup 13 3.1. Kesimpulan 13 3.2. Saran 13 Daftar Pustaka 14  

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Perusahaan yang telah berdiri tentunya ingin berkembang dan terus menjaga kelangsungan hidupnya, untuk itu pihak manajemen perusahaan perlu membuat kebijakan yang mengacu pada terciptanya efisiensi dan efektivitas kerja. Kebijakan tersebut dapat berupa penetapan harga pokok produksi, yaitu dengan cara menekan biaya produksi serendah mungkin dan tetap menjaga kualitas dari barang atau produk yang dihasilkan, sehingga harga pokok produk satuan yang dihasilkan perusahaan lebih rendah dari yang sebelumnya. Kebijakan ini sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk menetapkan harga jual yang tepat dengan laba yang ingin diperoleh perusahaan, sehingga perusahaan tersebut dapat bersaing dengan perusahaan–perusahaan lain yang memproduksi produk sejenis. Hal ini tentunya tidak terlepas dari tujuan didirikannya perusahaan yaitu agar modal yang ditanamkan dalam perusahaan dapat terus berkembang atau dengan kata lain mendapatkan laba semaksimal mungkin. Kesalahan dalam perhitungan harga pokok produksi dapat mengakibatkan penentuan harga jual pada suatu perusahaan menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah. Kedua kemungkinan tersebut dapat mengakibatkan keadaan yang tidak menguntungkan bagi perusahaan, karena dengan harga jual yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan produk yang ditawarkan perusahaan akan sulit bersaing dengan produk sejenis yang ada di pasar, sebaliknya jika harga jual produk terlalu rendah akan mangakibatkan laba yang diperoleh perusahaan rendah pula. Kedua hal tersebut dapat diatasi dengan penentuan harga pokok produksi dan harga jual yang tepat. 1.2. Tujuan Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami metode apa sajakah yang dapat digunakan dalam menentukan harga pokok produksi sehingga tercipta efisiensi dan efektivitas kerja.  

BAB II PEMBAHASAN

Di dalam akuntansi biaya yang konvensional komponen-komponen harga pokok produk terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik, baik yang bersifat tetap maupun variable. Konsep harga pokok tersebut tidak selalu relevan dengan kebutuhan manajemen. Oleh karena itu timbul konsep lain yang tidak diperhitungkan semua biaya produksi sebagai komponen harga pokok produk. Jadi di dalam akuntansi biaya, dimana perusahaan industri sebagai modal utamanya, terdapat dua metode perhitungan harga pokok yaitu Full/Absortion/Conventional Costing dan Variable/Marginal/Direct Costing. Perbedaan pokok diantara kedua metode tersebut adalah terletak pada perlakuan terhadap biaya produksi yang bersifat tetap. Adanya perbedaan perlakuan terhadap FOH Tetap ini akan mempunyai pengaruh terhadap perhitungan harga pokok produk dan penyajian laporan rugi-laba. 2.1. Metode Full Costing Full Costing adalah metode penentuan harga pokok produk dengan memasukkan seluruh komponen biaya produksi sebagai unsur harga pokok, yang meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel dan biaya overhead pabrik tetap. Di dalam metode full costing, biaya overhead pabrik yang bersifat variabel maupun tetap dibebankan kepada produk yang dihasilkan atas dasar tarif yang ditentukan di muka pada kapasitas normal atau atas dasar biaya overhead pabrik sesungguhnya. Oleh karena itu biaya overhead pabrik tetap akan melekat pada harga pokok persediaan produk selesai yang belum dijual, dan baru dianggap sebagai biaya (elemen harga pokok penjualan) apabila produk selesai tersebut tidak dijual. Menurut metode full costing, karena produk yang dihasilkan ternyata menyerap jasa FOH Tetap walaupun tidak secara langsung, maka wajar apabila biaya tadi dimasukkan sebagai komponen pembentuk produk tersebut. Menurut LM Samryn : “Full costing adalah metode penentuan harga pokok yang memperhitungkan semua biaya produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan overhead tanpa memperhatikan perilakunya.” Pendekatan full costing yang biasa dikenal sebagai pendekatan tradisional menghasilkan laporan laba rugi dimana biaya-biaya di organisir dan sajikan berdasarkan fungsi-fungsi produksi, administrasi dan penjualan. Laporan laba rugi yang dihasilkan dari pendekatan ini banyak digunakan untuk memenuhi pihak luar perusahaan, oleh karena itu sistematikanya harus disesuaikan dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum untuk menjamin informasi yang tersaji dalam laporan tersebut. Metode fullcosting menghitung harga pokok produksi dengan memasukkan seluruh biaya produksi pada harga produk. Keistimewaan Full Costing terletak pada dibedakannya antara Biaya Produksi atau Biaya Pabrik dengan Biaya Priodik atau Biaya non pabrik. Metode ini biasanyaa ditujukan untk pihak eksteren perusahaan. Adapun formulasi dari metode full costing adalah sebagai berikut : Biaya bahan baku Rp. XXX Biaya tenaga kerja langsung Rp. XXX Biaya Overhead Pabrik (BT) Rp. XXX Biaya Overhead Pabrik (V ) Rp. XXX Harga pokok produk Rp. XXX Dengan menggunakan Metode Full Costing, 1. Biaya Overhead pabrik baik yang variabel maupun tetap, dibebankan kepada produk atas dasar tarif yang ditentukan di muka pada kapasitas normal atau atas dasar biaya overhead yang sesungguhnya. 2. Selisih BOP akan timbul apabila BOP yang dibebankan berbeda dengan BOP yang sesungguh- nya terjadi. Catatan : Pembebanan BOP lebih (overapplied factory overhead), terjadi jika jumlah BOP yang dibebankan lebih besar dari BOP yang sesungguhnya terjadi. Pembebanan BOP kurang (underapplied factory overhead), terjadi jika jml BOP yang dibebankan lebih kecil dari BOP yang sesungguhnya terjadi. 3. Jika semua produk yang diolah dalam periode tersebut belum laku dijual, maka pembebanan biaya overhead pabrik lebih atau kurang tsb digunakan untuk mengurangi atau menambah harga pokok yang masih dalam persediaan (baik produk dalam proses maupun produk jadi) 4. Metode ini akan menunda pembebanan biaya overhead pabrik tetap sebagai biaya samapi saat produk yang bersangkutan dijual. 2.2. Metode Variabel Costing Variable Costing adalah metode penentuan harga pokok yang hanya memasukkan komponen biaya produksi yang bersifat variabel sebagai unsur harga pokok, yang meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik variabel. Variable costing beranggapan bahwa FOH Tetap tadi tidak secara langsung membentuk produk, maka tidak relevan kalau dimasukkan sebagai komponen harga pokok. Sebaiknya FOH Tetap dimasukkan dalam kelompok period cost (biaya periode). Dalam pendekatan ini biaya-biaya yang diperhitungkan sebagai harga pokok adalah biaya produksi variabel yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik variabel. Biaya-biaya produksi tetap dikelompokkan sebagai biaya periodik bersama-sama dengan biaya tetap non produksi. Menurut Mas’ud Machfoed : “Variabel costing adalah Suatu metode penentuan harga pokok dimana biaya produksi variabel saja yang dibebankan sebagai bagian dari harga pokok.” Pendekatan variabel costing di kenal sebagai contribution approach merupakan suatu format laporan laba rugi yang mengelompokkan biaya berdasarkan perilaku biaya dimana biaya-biaya dipisahkan menurut kategori biaya variabel dan biaya tetap dan tidak dipisahkan menurut fungsi-fungsi produksi, administrasi dan penjualan. Dalam pendekatan ini biaya-biaya berubah sejalan dengan perubahan out put yang diperlakukan sebagai elemen harga pokok produk. Laporan laba rugi yang dihasilkan dari pendekatan ini banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan pihak internal oleh karena itu tidak harus disesuaikan dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Keistimewaan Variabel Costing terletak pada dibebankannya antaraa Biaya tetap dan Biaya Variabel. Menurut dasar pemikiran Metode Variabel Costing, Harga pokok produk variable merupakan satu-satunya biaya yang secara langsung terjadi didalam pembuataan produk. Biaya tetap yang ada diperhitungkan sebagai biaya priodik.Metode ini hanya ditujukan untuk pihak interen peursahaan ( Abd. Halim, 1996 : 83 ). Adapun formulasi dari metode variabel costing adalah sebagai berikut : Biaya bahan baku Rp. XXX Biaya tenaga kerja ( V ) Rp. XXX Biaya Overhead Pabrik (V ) Rp. XXX Harga pokok produk Rp. XXX Dengan menggunakan Metode Variable Costing, 1. Biaya Overhead pabrik tetap diperlakukan sebagai period costs dan bukan sebagai unsur harga pokok produk, sehingga biaya overhead pabrik tetap dibebankan sebagai biaya dalam periode terjadinya. 2. Dalam kaitannya dengan produk yang belum laku dijual, BOP tetap tidak melekat pada persediaan tersebut tetapi langsung dianggap sebagai biaya dalam periode terjadinya. 3. Penundaan pembebanan suatu biaya hanya bermanfaat jika dengan penundaan tersebut diharapkan dapat dihindari terjadinya biaya yang sama periode yang akan datang. 2.3. Perbedaan Full Costing dan Variabel Costing Perbedaan pokok antara metode full costing dan variabel costing sebetulnya terletak pada perlakuan biaya tetap produksi tidak langsung. Dalam metode full costing dimasukkan unsur biaya produksi karena masih berhubungan dengan pembuatan produk berdasar tarif (budget), sehingga apabila produksi sesungguhnya berbeda dengan budgetnya maka akan timbul kekurangan atau kelebihan pembebanan. Tetapi pada variabel costing memperlakukan biaya produksi tidak langsung tetap bukan sebagai unsur harga pokok produksi, tetapi lebih tepat dimasukkan sebagai biaya periodik, yaitu dengan membebankan seluruhnya ke periode dimana biaya tersebut dikeluarkan sehingga dalam variabel costing tidak terdapat pembebanan lebih atau kurang. Adapun unsur biaya dalam metode full costing terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik baik yang sifatnya tetap maupun variabel. Sedangkan unsur biaya dalam metode variabel costing terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik yang sifatnya variabel saja dan tidak termasuk biaya overhead pabrik tetap. Akibat perbedaan tersebut mengakibatkan timbulnya perbedaan lain yaitu : 1. Dalam metode full costing, perhitungan harga pokok produksi dan penyajian laporan laba rugi didasarkan pendekatan “fungsi”. Sehingga apa yang disebut sebagai biaya produksi adalah seluruh biaya yang berhubungan dengan fungsi produksi, baik langsung maupun tidak langsung, tetap maupun variabel. Dalam metode variabel costing, menggunakan pendekatan “tingkah laku”, artinya perhitungan harga pokok dan penyajian dalam laba rugi didasarkan atas tingkah laku biaya. Biaya produksi dibebani biaya variabel saja, dan biaya tetap dianggap bukan biaya produksi. 2. Dalam metode full costing, biaya periode diartikan sebagai biaya yang tidak berhubungan dengan biaya produksi, dan biaya ini dikeluarkan dalam rangka mempertahankan kapasitas yang diharapkan akan dicapai perusahaan, dengan kata lain biaya periode adalah biaya operasi. Dalam metode variabel costing, yang dimaksud dengan biaya periode adalah biaya yang setiap periode harus tetap dikeluarkan atau dibebankan tanpa dipengaruhi perubahan kapasitas kegiatan. Dengan kata lain biaya periode adalah biaya tetap, baik produksi maupun operasi. 3. Menurut metode full costing, biaya overhead tetap diperhitungkan dalam harga pokok, sedangkan dalam variabel costing biaya tersebut diperlakukan sebagai biaya periodik. Oleh karena itu saat produk atau jasa yang bersangkutan terjual, biaya tersebut masih melekat pada persediaan produk atau jasa. Sedangkan dalam variabel costing, biaya tersebut langsung diakui sebagai biaya pada saat terjadinya. 4. Jika biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk atau jasa berdasarkan tarif yang ditentukan dimuka dan jumlahnya berbeda dengan biaya overhead pabrik yang sesungguhnya maka selisihnya dapat berupa pembebanan overhead pabrik berlebihan (over-applied factory overhead). Menurut metode full costing, selisih tersebut dapat diperlakukan sebagai penambah atau pengurang harga pokok yang belum laku dijual (harga pokok persediaan). 5. Dalam metode full costing, perhitungan laba rugi menggunakan istilah laba kotor (gross profit), yaitu kelebihan penjualan atas harga pokok penjualan. 6. Dalam variabel costing, menggunakan istilah marjin kontribusi (contribution margin), yaitu kelebihan penjualan dari biaya-biaya variabel. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dari perbedaan laba rugi dalam metode full costing dengan metode variable costing adalah : 1. Dalam metode full costing, dapat terjadi penundaan sebagian biaya overhead pabrik tetap pada periode berjalan ke periode berikutnya bila tidak semua produk pada periode yang sama. 2. Dalam metode variable costing seluruh biaya tetap overhead pabrik telah diperlakukan sebagai beban pada periode berjalan, sehingga tidak terdapat bagian biaya overhead pada tahun berjalan yang dibebankan kepada tahun berikutnya. 3. Jumlah persediaan akhir dalam metode variable costing lebih rendah dibanding metode full costing. Alasannya adalah dalam variable costing hanya biaya produksi variabel yang dapat diperhitungkan sebagai biaya produksi. 4. Laporan laba rugi full costing tidak membedakan antara biaya tetap dan biaya variabel, sehingga tidak cukup memadai untuk analisis hubungan biaya volume dan laba (CVP) dalam rangka perencanaan dan pengendalian. Dalam praktiknya, variable costing tidak dapat digunakan secara eksternal untuk kepentingan pelaporan keuangan kepada masyarakat umum atau tujuan perpajakan.  

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan Metode penentuan harga pokok produksi adalah cara untuk memperhitungkan unsur-unsur biaya kedalam harga pokok produksi. Dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi, terdapat dua pendekatan yaitu full costing dan variabel costing. Dari kedua alternatif di atas, dapat dilihat bahwa metode full costing untuk biaya tetap maupun biaya variable dibebankan pada produk yang diproduksi atas dasar tarif yang ditentukan sebelumnya, sedangkan didalam metode variable costing, harga pokok produksi ditentukan berdasarkan biaya produksi yang bersifat variable. Namun pada dasarnya kedua metode ini hanya membedakan atas perlakuaan biaya overhead pabrik. 3.2. Saran Pihak manajemen perusahaan perlu membuat kebijakan yang mengacu pada terciptanya efisiensi dan efektivitas kerja. Salah satunya berupa penetapan harga pokok produksi, yaitu dengan cara menekan biaya produksi serendah mungkin dan tetap menjaga kualitas dari barang atau produk yang dihasilkan, sehingga harga pokok produk satuan yang dihasilkan perusahaan lebih rendah dari yang sebelumnya. Untuk itu perlu dipertimbangkan matang-matang mengenai penentuan harga pokok produksi agar perusahaan tidak mengalami kerugian.  

Klasifikasi Biaya dalam Kegiatan Produksi

III. Klasifikasi Biaya Akuntansi biaya bertujuan untuk menyajikan informasi biaya yang digunakan untuk berbagai tujuan, sehingga penggolongan biaya juga didasarkan atas disesuaikan dengan tujuan tersebut. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menggolongkan biaya diantaranya : 1. Berdasarkan Fungsi Pokok Perusahaan a. Factory Cost (Biaya Produksi) 1. Biaya Bahan Baku (Direct Material Cost) 2. Biaya Tenaga Kerja Langsung (Direct Labor Cost) 3. Biaya Tidak Langsung (Factory Overhead) b. Commercial Expense (Operating Expense) 1. Marketing and Selling Expense 2. General & Administration Expense 2. Berdasarkan Periode Akuntansi a. Capital Expenditure (Pengeluaran Modal). Pengeluaran ini akan member manfaat pada beberapa periode akuntansi. Jenis pengeluaran ini dikapitalisirdan dicantumkan sebagai harga perolehan. Suatu pengeluaran dikelompokkan sebagai capital expenditure jika pengeluaran ini memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi, jumlahnya relatif besar, dan pengeluaran ini sifatnya tidak rutin. b. Revenue Expenditure (Pengeluaran Penghasilan). Pengeluaran ini akan memberi manfaat pada periode akuntansi dimana pengeluaran ini terjadi. Pengeluaran ini menjadi beban pada periode tersebut, dan dicantumkan dalam income statement. Suatu pengeluaran dikelompokkan sebagai revenue expenditure jika pengeluaran tersebut memberi manfaat pada periode terjadinya pengeluaran tersebut, jumlahnya relatif kecil, dan umumnya pengeluaran ini sifatnya rutin. 3. Karakteristik Biaya Dihubungkan Dengan Keluarannya Penggolongan biaya menurut obyek pengeluaranya. Dalam penggolongan ini, nama obyek biaya pengeluaran merupakan dasar penggolongan biaya, misalkan obyek pengeluaran adalah bahan bakar, maka semua biaya yang berhubungan dengan bahan bakar disebut “biaya bahan bakar”. a. Biaya Engineered. Adalah elemen biaya yang mempunyai hubungan phisik yang eksplisit dengan output. b. Biaya Discretionary. Biaya ini disebut juga managed cost atau programmed cost adalah semua biaya yang tidak mempunyai hubungan yang akurat dengan output. c. Biaya Commited atau biaya kapasitas. Adalah semua biaya yang terjadi dalam rangka untuk mempertahankan kapasitas atau kemampuan organisasi dalam kegiatan produksi, pemasaran dan administrasi. 4. Pengaruh Perubahan Volume Kegiatan Terhadap Biaya a. Biaya Tetap. Yaitu biaya yang jumlah tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan sampai pada tingkatan tertentu. Biaya tetap perunit berubah berbanding terbalik dengan perubahan volume kegiatan. b. Biaya Variabel. Biaya variabel mengasumsikan hubungan linear antara biaya aktifitas tersebut. Biaya variabel yaitu biaya yang jumlah totalnya berubah secara sebanding dengan perubahan volume kegiatan, semakin besar volume kegiatan maka semakin besar pula jumlah total biaya variabel. c. Biaya Semi Variabel. Yaitu biaya dimana jumlah totalnya berubah sesuai dengan perubahan volume kegiatan, akan tetapi sifat perubahannya tidak sebanding/proporsional. 5. Berdasarkan Objek yang dibiayainya a. Biaya Langsung. Biaya yang terjadi atau manfaatnya dapat diidentifikasi kepada objek atau pusat biaya tertentu. b. Biaya Tidak Langsung. Biaya yang terjadi atau manfaatnya tidak dapat diidentifikasi pada objek atau pusat biaya tertentu, atau biaya yang manfaatnya dinikmati oleh beberapa objek atau pusat biaya.

Rabu, 04 Mei 2011

Beberapa Cara Pengelolaan Bahan Organik

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Bahan organik merupakan bahan penting dalam menciptakan kesuburan tanah baik secara fisika, kimia, maupun dari segi biologi tanah. Bahan organik merupakan bahan pemantap agregat tanah, sumber hara tanaman, sumber energy sebagaian organisme tanah dan sekitar setengah dari kapasitas tukar kation berasal dari bahan organik. Bahan organik merupakan bahan-bahan yang dapat diperbaharui, didaur ulang, dirombak oleh bakteri-bakteri tanah menjadi unsur yang dapat digunakan oleh tanaman tanpa mencemari tanah dan air. Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan organik demikian berada dalam pelapukan aktif dan menjadi mangsa serangan jasad mikro. Sebagai akibatnya bahan tersebut berubah terus dan tidak mantap sehingga harus selalu diperbaharui melalui penambahan sisa-sisa tanaman atau binatang.
Sumber primer bahan organik adalah jaringan tanaman berupa akar, batang, ranting, daun, dan buah. Bahan organik dihasilkan oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis sehingga unsur karbon merupakan penyusun utama dari bahan organik tersebut. Unsur karbon ini berada dalam bentuk senyawa-senyawa polisakarida, seperti selulosa, hemiselulosa, pati, dan bahan- bahan pektin dan lignin. Selain itu nitrogen merupakan unsur yang paling banyak terakumulasi dalam bahan organik karena merupakan unsur yang penting dalam sel mikroba yang terlibat dalam proses perombakan bahan organik tanah. Jaringan tanaman ini akan mengalami dekomposisi dan akan terangkut ke lapisan bawah serta diinkorporasikan dengan tanah. Tumbuhan tidak saja sumber bahan organik, tetapi sumber bahan organik dari seluruh makhluk hidup.
Sumber sekunder bahan organik adalah fauna. Fauna terlebih dahulu harus menggunakan bahan organik tanaman setelah itu barulah menyumbangkan pula bahan organik. Bahan organik tanah selain dapat berasal dari jaringan asli juga dapat berasal dari bagian batuan.


2. Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah mengenai beberapa cara pengelolaan bahan organik tanah yakni sebagai berikut :
a. Rasio Karbon-Nitrogen dan Dekomposisi Residu Organik
b. Pengaruh Pupuk Hijau
c. Penggunaan Peat
d. Akumulasi Unsur Hara pada Sistem Pertanian Shifting Cultivation

3. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah agar dapat mengetahui dan memahami beberapa cara pengelolaan bahan organik dalam kaitannya dengan tingkat kesuburan tanah dan produktivitas pertanian.

BAB II
PEMBAHASAN

Pada tanah-tanah yang bukan tanah pertanian dimana tumbuh-tumbuhan tumbuh secara alamiah, kandungan bahan organiknya lebih tinggi daripada tanah-tanah pertanian. Apabila tanah-tanah bukan pertanian ini dibuka dan dijadikan tanah pertanian maka lama kelamaan jumlah bahan organiknya menurun. Kehilangan terbesar terjadi pada awal penanaman dan jumlah yang hilang ini melebihi jumlah yang terakumulasi setiap tahun. Kehilangan ini menyebabkan penurunan kesuburan tanah tersebut karena bahan organik yang berasal dari tanaman mengandung semua nutrisi yang diperlukan oleh tanaman. Hewan-hewan tanah juga tergantung pada bahan organik sebagai sumber makanan. Oleh karena itu, perlu adanya pengelolaan bahan organik tanah agar tanah lebih produktif. Beberapa cara pengelolaan bahan organik antara lain :
1. Rasio Karbon-Nitrogen dan Dekomposisi Residu Organik
Rasio karbon terhadap nitrogen adalah karbon berbanding nitrogen ( C: N). C: N
rasio bahan organik yang ditambahkan ke tanah mempengaruhi laju dekomposisi
organik materi. Jika bahan organik yang ditambahkan mengandung nitrogen lebih dalam proporsi karbon, maka nitrogen dilepaskan ke tanah dari bahan organik yang membusuk.
Di sisi lain, jika bahan organik memiliki jumlah kurang nitrogen dalam kaitannya dengan
karbon maka mikroorganisme akan memanfaatkan nitrogen tanah untuk dekomposisi lebih lanjut dan nitrogen tanah akan bergerak dan tidak akan tersedia.
Sebagai bahan organik segar terurai, mikroba menggunakan 75% dari karbon untuk energi dan, sisa 25% dari karbon yang digunakan untuk membentuk jaringan baru mereka. Untuk membentuk jaringan baru mereka, mikroba menggunakan nitrogen dari tanah atau dari bahan organik ditambahkan. Keseimbangan POSITIF menunjukkan bahwa N dalam bahan organik lebih diperlukan untuk mikroba, dan jumlah kelebihan N yang dilepaskan ke tanah dapat tersedia bagi tanaman.
Bahan-bahan tanaman yang mempunyai rasio C:N yang sempit menandung banyak nitrogen. Sebaliknya, bahan-bahan tanaman yang mengandung rasio yang lebar atau tinggi maka bahan-bahan tersebut mengandung sedikit nitrogen. Jika residu tanaman punya rasio rendah maka mikroorganisme akan kekurangan nitrogen dan akan berkompetisi dengan tanaman untuk mendapatkan nitrogen. Untuk menghindari adanya kompetisi tersebut, dapat dilakukan beberapa hal yaitu :
a. Tidak mengembalikan residu organik yang mempunyai rasio C:N yang besar ke dalam tanah.
b. Menambahkan pupuk nitrogen jika dilakukan penanaman segera setelah residu tersebut dibenamkan ke dalam tanah.
c. Residu organik tersebut dikomposkan sebelum dibenamkan ke dalam tanah.
Beberapa cara tersebut dapat mensuplai nitrogen yang cukup bagi mikroorganisme dan tanaman.

2. Pengaruh Pupuk Hijau
Bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah, biasanya berupa pupuk. Pupuk merupakan bahan alami yang ditambahkan pada tanah supaya kesuburan tanah dapat meningkat. Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari alam yaitu dari sisa-sisa organisme hidup baik sisa tanaman maupun sisa hewan yang mengandung unsur-unsur hara baik makro maupun mikro yang yang dibutuhkan oleh tumbuhan supaya dapat tumbuh dengan subur. Pupuk organik terbuat dari bahan yang dapat diperbaharui, didaur ulang, diombak oleh bakteri-bakteri tanah menjadi unsur-usur yang dapat digunakan oleh tanaman, tanpa mencemari tanah dan air.
Pupuk organik dapat berupa pupuk cair dan pupuk padat. Pupuk cair biasanya berupa saringan dari pupuk padat. Pupuk padat dapat berupa pupuk hijau, pupuk serasah, kompos, maupun pupuk kandang. Kesemuanya akan berpengaruh positif terhadap tanah jika pemberiannya ke tanah setelah pupuk.
Pupuk hijau adalah tanaman atau bagian-bagian tanaman yang masih muda yang dibenamkan kedalam tanah dengan tujuan untuk menambah bahan organik dan unsur hara terutama nitrogen kedalam tanah. Dari segi biokimia keuntungan dari pemakaian pupuk hijau dapat dikatakan bahwa dengan pemakaian pupuk hijau berarti menambah persediaan bahan organik tanah. Disamping itu, tanaman calon pupuk hijau yang tumbuh mempunyai pengaruh terhadap pengawetan hara tanah karena mengabsorpsi hara, selain itu tanaman pupuk hijau berfungsi sebagai tanaman penutup tanah (cover crop). Jenis tanaman yang banyak digunakan adalah dari familia Leguminoceae atau kacang-kacangan dan jenis rumput-rumputan (rumput gajah). Jenis tersebut dapat menghasilkan bahan organik lebih banyak, daya serap haranya lebih besar dan mempunyai bintil akar yang membantu mengikat nitrogen dari udara. Keuntungan penggunaan pupuk hijau antara lain :
a. Mampu memperbaiki struktur dan tekstur tanah serta infiltrasi air
b. mencegah adanya erosi
c. dapat membantu mengendalikan hama dan penyakit yang berasal dari tanah dan gulma
d. sangat bermanfaat pada daerah-daerah yang sulit dijangkau untuk suplai pupuk inorganic
Namun pupuk hijau juga memiliki kekurangan yaitu :
a. tanaman hijau dapat sebagai kendala dalam waktu, tenaga, lahan, dan air
b. pada pola tanam yang menggunakan rotasi dengan tanaman legume dapat mengundang hama ataupun penyakit
c. dapat menimbulkan persaingan dengan tanaman pokok dalam hal tempat, air dan hara pada pola pertanaman tumpang sari.

3. Penggunaan Peat
Peat yang biasa digunakan untuk peningkatan atau perbaikan tanah umumnya diklasifikasikan sebagai peat lumut (moss peat), peat rumput (reed-sedge peat) dan peat humus. Bahan-bahan ini umumnya telah mengalami proses komposisi. Bila diaplikasikan ke tanah akan mengalami dekomposisi secara lambat. Peat mengandung sedikit fosfor dan kalium serta melepaskan nitrogen secara perlahan-lahan. Peat paling banyak digunakan untuk pemulsaan dan percobaan dirumah kaca yang dicampur dengan tanah. Peat mempunyai pH yang rendah sehingga cocok untuk digunakan sebagai mulsa bagi tanaman-tanaman yang tumbuh pada pH rendah. Mulsa atau penutup tanah sangat penting dan berpengaruh positif terhadap tanah maupun tanaman. Dalam peranannya untuk peningkatan kesuburan tanah, mulsa yang paling baik adalah mulsa yang berasal dari limbah pertanian seperti jerami padi, seresah dan ilalang, tidak dari plastik. Selain fungsinya untuk menjaga kelembaban tanah, setelah mulsa membusuk akan berguna sebagai pupuk organik yang memperbaiki struktur dan tekstur tanah. Tanah yang tidak menggunakan mulsa akan mudah terkena erosi bila erkena air hujan maupun pecah-pecah apabila terlalu banyak penguapan. Seperti diketahui bahwa erosi akan memperburuk kesuburan tanah dan menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta tanaman menjadi mudah roboh. Sedangkan kondisi tanah yang pecah-pecah akan berpengaruh buruk pada perakaran tanaman berupa putusnya akar. Dengan adanya mulsa, air hujan yang jatuh akan meresap ke bawah sehingga tidak terjadi aliran permukaan. Selanjutnya dengan penguapan yang sedikit, air tanah tetap tersedia bagi tanaman, karena mulsa berguna untuk mengurangi penguapan, mencegah erosi, menjaga kelembaban tanah, dan sebagai sumber penambah hara setelah menjadi pupuk hijau, lahan pertanaman yang menggunakan mulsa akan menjadi lebih baik dibanding sebelumnya.

4. Akumulasi Unsur hara pada Sistem Pertanian Shifting Cultivation
Sistem Pertanian Shifting cultivation adalah bertani dengan membuka ladang di daerah yang belum pernah dijamah. Tanaman yang diusahakan disana menggunakan unsur hara yang berasal dari bahan organik yang terakumulasi selama bertahun-tahun dan tidak ada penggunaan pupuk kimia. Setelah dua atau tiga tahun, nutrisi akan semakin sedikit dan gulma serta penyakit mulai berdatangan menyebabkan tanah tidak subur lagi. Ladang tersebut kemudian ditinggalkan dan hutan baru akan terbentuk lagi. Diperlukan lebih dari 10-20 tahun untuk akumulasi unsur hara pada hutan tersebut, sebelum dibuka lagi untuk pertanian.

BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Bahan organik merupakan bahan penting dalam menciptakan kesuburan tanah, baik secara fisika, kimia maupun dari segi biologi tanah. Bahan organik adalah bahan pemantap agregat tanah yang sangat baik. dan merupakan sumber dari unsur hara tumbuhan. Disamping itu bahan organik adalah sumber energi dari sebagian besar organisme tanah. Bahan organik memainkan beberapa peranan penting di tanah. Sebab bahan organik berasal dari tanaman yang tertinggal, berisi unsur-unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Bahan organik mempengaruhi struktur tanah dan cenderung untuk menjaga menaikkan kondisi fisik yang diinginkan. Bahan organik dapat diperoleh dari residu tanaman sepert akar, batang, daun yang gugur, yang dikembalikan ke tanah. Residu tanaman dan hewan yang dikembalikan ke dalam tanah akan mengalami dekomposisi. Selama proses dekomposisi berlangsung akan dikeluarkan unsur-unsur hara yang diperlukan oleh mikroorganisme dan tanaman tingkat tinggi. Hasil akhirnya adalah humus. Dengan dikeluarkannya unsur-unsur hara akan meningkatkan kesuburan tanah sehingga tanaman akan tumbuh dengan baik. Selanjutnya proses akan berulang kembali bila residu tanaman dikembalikan ke dalam tanah. Apabila sisa-sisa tanaman segar ditambahkan ke dalam tanah, nitrogen di dalam tanaman itu dapat terdekomposisi dan termineralisasi oleh mikrrorganisme dan segera tersedia bagi tanaman, atau nitrogen itu mungkin tidak termineralisasi dan tidak tersedia bagi tanaman. Pembenaman bahan organik segar dengan rasio C:N tinggi, yang kemudian segera diikuti dengan penanaman memerlukan nitrogen tambahan. Alternatif lain, waktu tanam ditunda dulu agar dekomposisi berkesempatan berlangsung lebih lanjut dahulu beberapa hari. Bahan organik segar dengan rasio C:N kecil bisa lebih baik dan tanahnya dapat langsung ditanami. Tanah – tanah, terutama untuk pembibitan, yang rasio C:N-nya tinggi selalu memerlukan pupuk nitrogen yang cepat tersedia agar defisiensi nitrogen tidak terjadi.



2. Saran
Agar tanah lebih produktif perlu adanya pengelolaan bahan organik tanah antara lain : menghindari adanya kompetisi nitrogen bila residu organik yang ditambahkan ke dalam tanah mempunyai rasio karbon:nitrogen yang besar, pengaruh pupuk hijau, penggunaan peat dan akumulasi unsur hara pada sistem pertanian shifting cultivation.

Senin, 02 Mei 2011

Tenaga Kerja dalam Ekonomi Pertanian


BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Dalam dunia usaha Pertanian terdapat beberapa faktor produksi. Salah satunya Faktor Tenaga Kerja. Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam produktivitas pertanian. Pada awalnya, penggunaan tenaga kerja dalam pengolahan lahan pertanian masih dilakukan oleh orang perorangan (keluarga inti), namun pada perkembangan selanjutnya pemilik lahan pertanian akan menerima bantuan dari tetangga dikarenakan tebaga kerja yang berasal dari keluarga tidak cukup untuk mengatasi masalah kekurangan tenaga kerja sedangkan lahan yang harus dikerjakan luas. Dengan imbalannya pada saat tetangga membutuhkan bantuan untuk lahan miliknya, mereka akan saling membantu.
Pada masa kini, pertanian yang luas merupakan permasalahan yang sangat komplek yakni menyangkut 4 faktor produksi pertanian. Dalam hal faktor tenaga kerja petani modern sudah menyewa tenaga kerja dengan imbalan upah. Dengan adanya mekanisasi dalam bidang pertanian, kebutuhan akan tenaga kerja manusia maupun hewan semakin rendah. Walau demikian, yang meningkat adalah kebutuhan akan tenaga kerja manusia yang berpotensi tinggi dan punya keterampilan dalam mengoperasikan alat-alat tersebut.
2.      Rumusan Masalah
1.      Pengertian Tenaga Kerja
2.      Fungsi Petani sebagai Tenaga Kerja
3.      Tenaga Kerja sebagai Faktor Produksi
4.      Produktivitas Tenaga Kerja
5.      Mobilitas dan Efisiensi Tenaga Kerja
3.      Tujuan
1.      Mengetahui Pengertian tenaga Kerja
2.      Mengetahui fungsi Petani sebagai Tenaga Kerja
3.      Mengetahui Fungsi Tenaga Kerja sebagai Faktor Produksi
4.      Mengetahui Efektivitas Tenaga Kerja
5.      Mengetahui dampak Mobilitas sebagai Perluasan Tenaga Kerja
BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Tenaga Kerja
Menurut KamusBesar Bahasa Indonesia, tenaga artinya
-          daya yg dapat menggerakkan sesuatu
-          kegiatan bekerja, berusaha dsb
-          orang yg bekerja atau mengerjakan sesuatu
sedangkan kerja artinya kegiatan melakukan sesuatu.
Sumber daya Manusia (human resource) adalah tenaga kerja yang mampu bekerja melakukan kegiatan untuk menghasilkan barang dan jasa yang mempunyai nilai ekonomis dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat.
Tenaga kerja (man power) adalah semua penduduk dalam usia kerja (working age population).

2.      Fungsi Petani sebagai Tenaga Kerja
Dalam jangka pendek faktor tenaga kerja dianggap sebagai faktor produksi variabel yang penggunaannya berubah-ubah sesuai dengan perubahan volume produksi.
Yang dimaksudkan disini adalah kedudukan petani dalam usahatani, yakni tidak hanya sebagai penyumbang tenaga kerja (labour) melainkan menjadi seorang manajer pula. Kedudukan si petani sangat menentukan dalam usahatani. Dalam usahatani yang semakin besar, maka petani makin tidak mampu merangkap kedua fungsi itu. Fungsi sebagai tenaga kerja harus dilepaskan, dan memusatkan diri pada fungsi sebagai pemimpin usahatani (manajer)..

3.      Tenaga Kerja sebagai Faktor Produksi
Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu pula diperhatikan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada faktor produksi tenaga kerja adalah:

1.)    Tersedianya tenaga kerja
Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang cukup memadai. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan perlu disesuaikan dengan kebutuhan sampai tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan ini memang masih banyak dipengaruhi dan dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, musim dan upah tenaga kerja.
2.)    Kualitas tenaga kerja
Dalam proses produksi, apakah itu proses produksi barang-barang pertanian atau bukan, selalu diperlukan spesialisasi. Persediaan tenaga kerja spesialisasi ini diperlukan sejumlah tenaga kerja yang mempunyai spesialisasi pekerjaan tertentu, dan ini tersedianya adalah dalam jumlah yang terbatas. Bila masalah kualitas tenaga kerja ini tidak diperhatikan, maka akan terjadi kemacetan dalam proses produksi. Sering dijumpai alat-alat teknologi canggih tidak dioperasikan karena belum tersedianya tenaga kerja yang mempunyai klasifikasi untuk mengoperasikan alat tersebut.
3.)    Jenis kelamin
Kualitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, apalagi dalam proses produksi pertanian. Tenaga kerja pria mempunyai spesialisasi dalam bidang pekerjaan tertentu seperti mengolah tanah, dan tenaga kerja wanita mengerjakan tanam.
4.)    Tenaga kerja musiman
Pertanian ditentukan oleh musim, maka terjadilah penyediaan tenaga kerja musiman dan pengangguran tenaga kerja musiman. Bila terjadi pengangguran semacam ini, maka konsekuensinya juga terjadi migrasi atau urbanisasi musiman (Soekartawi, 2003).
Dalam usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri. Tenaga kerja keluarga ini merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak perlu dinilai dengan uang tetapi terkadang juga membutuhkan tenaga kerja tambahan misalnya dalam penggarapan tanah baik dalam bentuk pekerjaan ternak maupun tenaga kerja langsung sehingga besar kecilnya upah tenaga kerja ditentukan oleh jenis kelamin. Upah tenaga kerja pria umumnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan upah tenaga kerja wanita. Upah tenaga kerja ternak umumnya lebih tinggi daripada upah tenaga kerja manusia ( Mubyarto, 1995). Soekartawi (2003), Umur tenaga kerja di pedesaan juga sering menjadi penentu besar kecilnya upah. Mereka yang tergolong dibawah usia dewasa akan menerima upah yang juga lebih rendah bila dibandingkan dengan tenaga kerja yang dewasa. Oleh karena itu penilaian terhadap upah perlu distandarisasi menjadi hari kerja orang (HKO) atau hari kerja setara pria (HKSP). Lama waktu bekerja juga menentukan besar kecilnya tenaga kerja makin lama jam kerja, makin tinggi upah yang mereka terima dan begitu pula sebaliknya. Tenaga kerja bukan manusia seperti mesin dan ternak juga menentukan basar kecilnya upah tenaga kerja. Nilai tenaga kerja traktor mini akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai tenaga kerja orang, karena kemampuan traktor tersebut dalam mengolah tanah yang relatif lebih tinggi. Begitu pula halnya tenaga kerja ternak, nilainya lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai tenaga kerja traktor karena kemampuan yang lebih tinggi daripada tenaga kerja tersebut (Soekartawi, 2003).
Sebagai salah satu dari faktor produksi, dalam usaha untuk meningkatkan produktivitas, SDM sangat dipengaruhi oleh pasar tenaga kerja, pertemuan antara penawaran tenaga kerja dan permintaan tenaga kerja.
Berhasilnya usaha peningkatan produksi maupun faktor-faktor produksi menjadi salah satu ukuran bagi kemajuan pembangunan ekonomi. Pembinaan terhadap petani diarahkan sehingga menghasilkan penngkatan pendapatan petani. Kebijaksanaan dasar pembangunan pertanian mencakup aspek produksi, pemasaran, dan kelembagaannya dan memungkinkan dukungan yang kuat terhadap pembangunan industri.

4.      Produktivitas Tenaga Kerja
Produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai (keluaran) dengan keseluruhan sumber daya (masukan) yang dipergunakan per satuan waktu.
Peningkatan produktivitas faktor manusia merupakan sasaran strategis karena peningkatan produktivitas faktor-faktor lain sangat tergantung pada kemajuan tenaga manusia yang memanfaatkannya.
Kualitas dan kemampuan dipengaruhi : Tingkat pendidikan, Latihan/pengalaman, Motivasi, Etos kerja, mental dan fisik. Sedangkan sarana pendukung produktivitas yakni lingkungan kerja dan kesejahteraan karyawan.
Faktor-faktor ang mempengaruhi kepuasan kerja; gaji, pekerjaan itu sendiri, rekan sekerja, atasan, promosi, dan lingkungan kerja.
Gaji adalah balas jasa dalam bentuk uang yang diterima pekerja sebagai konsekuensi dari kedudukannya sebagai seorang pegawai yang memberikan sumbangan dalam mencapai tujuan. Gaji merupakan salah satu alasan bagi seseorang untuk bekerja dan barangkali merupakan alasan yang paling penting diantara yang lain seperti untuk berpretasi, atau mengembangkan diri. Tujuan perusahaan memberikan gaji dalam meningkatkan kepuasan kerja antara lain, memotivasi pegawai, merangsang pegawai baru yang berkualitas untuk memasuki organisasi, mempertahankan pegawai yang ada serta meningkatkan produktivitas.
Produktivitas rendah karena;
-          Teknologi yang dipakai masih didominasi oleh teknologi tradisional.
-          Rendahnya laju pertumbuhan daya serap tenaga kerja
-          Rendahnya kualitas sumber daya pertanian dan rendahnya curahan jam kerja
-          Upah yang rendah
-          Tingkat pendidikan dan tingkat keterampilan yang rendah.

5.      Mobilitas dan Efisiensi Tenaga Kerja
Perluasan kesempatan  kerja  merupakan  salah  satu  sasar­an pokok pembangunan, di samping peningkatan produksi na­sional dan pemerataan hasil-hasil dan kegiatan pembangunan. Dengan demikian usaha perluasan kesempatan kerja merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari usaha-usaha meningkatkan produksi dan pemerataan hasil serta kegiatan pembangunan.
Usaha-usaha pengembangan produksi di sektor-sektor yang banyak memerlukan tenaga kerja, seperti sektor pertanian,  industri kecil, dan industri ekspor, pada hakekatnya juga me­rupakan usaha-usaha meningkatkan lapangan kerja, baik dalam arti menciptakan lapangan kerja baru maupun dalam arti me­ningkatkan produktivitas dan pendapatan mereka yang telah mempunyai pekerjaan dalam lapangan kerja yang ada.
Usaha-­usaha pembangunan di daerah pedesaan, seperti pembangunan sekolah dasar dan pusat kesehatan masyarakat, memberikan kesempatan  pendidikan  lebih  luas  kepada  masyarakat pedesa­an dan meningkatkan pula tingkat  kesehatan  masyarakat.  Hal-­hal ini pun memperluas kesempatan kerja, baik secara langsung maupun tidak langsung, dan meningkatkan pula intensitas dan produktivitas kerja.


BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan hal-hal sebagai berikut :
a.    Tenaga kerja (man power) adalah semua penduduk dalam usia kerja (working age population).
b.   Petani dalam usahatani, yakni tidak hanya sebagai penyumbang tenaga kerja (labour) melainkan menjadi seorang manajer pula.
c.       Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada faktor produksi tenaga kerja adalah:
tersedianya tenaga kerja, kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, dan tenaga kerja yang bersifat musiman.
d.   Produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai (keluaran) dengan keseluruhan sumber daya (masukan) yang dipergunakan per satuan waktu
e.    Dengan adanya mobilitas penduduk, penyebaran tenaga kerja semakin merata ke seluruh Indonesia.

2.      Saran
Dari beberapa hal yang dibahas, kita tahu bahwa tenaga kerja merupakan factor penting dalam pembangunan ekonomi bangsa ini. Maka diharapkan pemerintah dapat mambuat dan menjalankan program peningkatan sumber daya manusia khususnya tenaga kerja bidang pertanian agar menciptakan tenaga-tenaga pertanian yang berdaya guna menghasilkan produk pertanian demi kesejahteraan bangsa. Kita pun sebagai masyarakat hendaknya memberikan kontribusi yang baik dalam program-program yang direncanakan pemerintah, agar semuanya berjalan secara seimbang.