Pola Pertanian yang
diusung oleh mayoritas petani di NTT adalah HEISA. Pola HEISA atau High
External Input Sustainable Agriculture merupakan pola pertanian berkelanjutan
yang tinggi ketergantungan akan input dari luar usahataninya seperti pupuk dan
pestisida kimia. Petani di NTT sangat bergantung pada subsidi pupuk, pestisida
dan benih yang biasanya disalurkan oleh pemerintah. Keadaan ini berlangsung
hamper di seluruh daerah-daerah pelosok di NTT sehinnga menyebabkan kondisi dimana sangat sulit untuk merubah paradigma
pertanian HEISA menjadi pertanian hijau. Tinggi ketergantungan dan kebiasaan
turun-temurun pada masyarakat ini mengakibatkan munculnya suatu persepsi risk
aversion, dimana petani sebagai penghindar resiko akan lebih memilih menerapkan
pola yang sudah sering ia terapkan ketimbang pola baru yang diperkenalkan oleh
penyuluh karena belum adanya bukti nyata. Padahal sebenarnya, pola HEISA akan
sangat berdampak buruk tidak saja bagi tanah, lingkungan serta manuisa pun akan
rusak karenanya. Dampak buruk bagi tanah adalah kerusakan struktur dan tekstur
tanah akibat residu pupuk dan pestisida menyebabkan menurunnya atau matinya
mikroorganisme tanah. Bagi lingkungan, misalnya pencemaran air, ledakan
populasi hama akibat musuh alami yang berkurang dan lain sebagainya. Sedangkan
dampak bagi manusia secara langsung bisa terjadi alergi dan iritasi pada kulit
dan saluran pernapasan. Secara tidak langsung, ekan terjadi resesi ekonomi
akibat biaya pengadaan input yang semakin mahal. Oleh sebab itu, para penyuluh
pertanian memikul tanggung jawab yang sangat besar dalam membimbing pada petani
tradisional ini menuju ke arah pertanian LEISA (Low External Input Sustainable
Agriculture) atau yang lebih dikenal dengan peratanian hijau. Semua kebutuhan
akan pupuk dan pestisida sebenarnya tersedia dengan limpah disekitar petani.
Tinggal saja bagaimana petani mau berupaya untuk menciptakan teknologi ramah
lingkungan guna meningkatkan produktivitas usahataninya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar